Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar FH UGM: Korupsi Merupakan Penghambat Utama dalam Investasi

Kompas.com - 04/11/2020, 19:06 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria Sumardjono mengatakan, pemerintah harus sungguh-sungguh memberantas korupsi di sektor pelayanan pertanahan. Sebab, selama ini korupsi merupakan penghambat utama dalam menarik investasi di Indonesia.

"Ada atau tidak UU Cipta Kerja, pelayanan publik seharusnya profesional, bersih dan bertanggungjawab. Upaya untuk menarik investasi melalui UU Cipta Kerja harus disikapi dengan tekad menghilangkan korupsi dalam pelayanan pertanahan, karena merupakan penghambat investasi yang utama," ujar Maria dalam webinar bertajuk Potensi Korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Tambang, Tanah, dan Lingkungan, Rabu (4/11/2020).

Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Guru Besar Hukum Agraria UGM Ingatkan Potensi Korupsi di Bidang Pertanahan

Ia mencontohkan, saat ini pemerintah sudah berupaya mencegah korupsi dengan membuat sistem pelayanan pertanahan secara elektronik.

Adapun pelayanan pertanahan elektronik ini terkait pengecekan keaslian sertifikat, informasi tentang persyaratan, jangka waktu dan biaya pendaftaran tanah, informasi tentang RDTR, Zona Nilai Tanah (ZNT), SKPT, dan hak tanggungan.

Upaya tersebut, lanjut dia, perlu diapresiasi karena menghemat waktu dan menghindari tatap muka dengan petugas yang berpotensi menimbulkan korupsi.

Kendati demikian, ia khawatir korupsi masih muncul dalam pelayanan yang belum dilakukan secara digital, yakni pelayanan pendaftaran tanah atau permohonan hak atas tanah.

"Saat kita melakukan permohonan hak atas tanah, justru pada pendaftaran pertama kali, itu tidak bisa kemudian jadi elektronik. Prosesnya masih harus menemui orang dan justru yang rawan itu di situ," tutur dia.

Baca juga: Guru Besar FH UGM Sebut Pelayanan Pertanahan Rawan Korupsi, Ini Modusnya

Ia menjelaskan, proses pendaftaran pertama kali tidak bisa dilakukan secara elektronik. Setiap orang harus bertemu, misalnya untuk mengukur tanah.

Tahapan yang memerlukan tatap muka itu juga tercantum dalam ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

"Hasil kegiatan setiap proses memang dapat didigitalisasi, tetapi prosesnya sendiri masih memerlukan tatap muka dengan petugas. Justru pada titik inilah kerawanan itu bisa terjadi," ucap Maria.

Baca juga: Guru Besar FH UGM: Klaster Pertanahan dalam UU Cipta Kerja Bermasalah Sejak Dibentuk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com