KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Profesor Maria Sumardjono mengatakan, ada banyak dampak dari adanya korupsi di bidang pelayanan pertanahan.
Ia menyebutkan tiga pihak yang terdampak langsung korupsi pertanahan ini yaitu pemohon, negara, dan masyarakat luas.
Bagi negara, kata dia, dampak terbesarnya adalah timbul public distrust atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik itu sendiri.
"Kalau ada korupsi terus, ya timbul itu public distrust, kita tidak lagi percaya akan pelayanan publik," kata Maria dalam Grand Corruption Webinar Series bertajuk "Potensi Korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Tambang, Tanah, dan Lingkungan", Rabu (4/11/2020).
Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Guru Besar Hukum Agraria UGM Ingatkan Potensi Korupsi di Bidang Pertanahan
Selain itu, ada juga dampak lain bagi negara yaitu penguasaan tanah secara besar-besaran secara spekulatif.
Hal tersebut terjadi karena masyarakat merasa telah mengeluarkan biaya informal atau pungutan liar (pungli) yang besar.
"Dampaknya adalah penelantaran tanah dan mengurangi potensi pendapatan negara," ujarnya.
Selain berdampak bagi negara, korupsi juga berdampak bagi pemohon. Dampak bagi pemohon ia bagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok yang sudah memperhitungkan biaya informal, dan kelompok yang merasa bahwa biaya itu semestinya tidak ada.
"Kelompok yang semula merasa terpaksa, mengingat kepentingan jangka panjang, akhirnya tidak merasa dirugikan karena sudah memasukkan biaya informal dalam perhitungan. Tapi bagi mereka yang betul-betul bersih, itu merasa seharusnya tidak ada biaya informal, tapi kan mereka juga akhirnya tidak ada pilihan," kata Maria.
Baca juga: Guru Besar FH UGM Sebut Pelayanan Pertanahan Rawan Korupsi, Ini Modusnya
Bagi mereka yang bersih, kata dia, akan merasa dirugikan dengan adanya biaya informal atau pungli tersebut.
Sementara itu, korupsi juga berdampak bagi masyarakat luas. Maria menerangkan, korupsi akan menghilangkan kesempatan warga masyarakat untuk memperoleh pelayanan pertanahan yang optimal.
"Karena apa? karena masyarakat yang memberikan biaya formal itu, pasti pelayanannya tidak sama," terang dia.
Baca juga: Guru Besar FH UGM: Klaster Pertanahan dalam UU Cipta Kerja Bermasalah Sejak Dibentuk
Dalam paparannya, ia menampilkan juga survei Global Competitiveness Report 2017-2018 menurut World Economic Forum 2017 yang memperlihatkan bahwa korupsi masih menjadi hambatan nomor satu investasi.
"Tenaga kerja dan sebagainya itu enggak setinggi itu. Karena itu kita perlu bicarakan sekarang itu kan sudah ada UU Cipta Kerja. Bagaimana ngundang investor, kalau kita itu tidak clean atau tidak bersih?," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.