JAKARTA, KOMPAS.com - Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sigit Riyanto menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Apalagi, menurut dia, pembahasan UU tersebut terlihat tergesa-gesa dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat.
"Presiden keluarkan perppu. Batalkan UU tersebut, susun RUU yang baru dengan proses dan substansi yang lebih aspiratif dan transparan serta proses deliberasi yang partisipatif," kata Sigit kepada Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: UU Cipta Kerja Ugal-ugalan: Pasal Dihapus, Salah Ketik, hingga Alasan Istana
Sigit menilai, presiden bisa menerbitkan Perppu UU Cipta Kerja atas dasar adanya kegentingan yang memaksa.
Ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 telah menentukan tiga syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan yang memaksa.
Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.
"Kalupun undang-undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan," ujar dia.
Baca juga: Berbagai Kelalaian yang Membuat Proses UU Cipta Kerja Dinilai Ugal-ugalan...
Sementara yang terakhir, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama.
Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, kekeliruan pengetikan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hanya sebatas permasalahan administrasi.
"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Istana Sebut Salah Ketik di UU Cipta Kerja Hanya Masalah Administrasi
Adapun berdasarkan penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.
Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.
Baca juga: Ini Empat Pihak yang Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.