JAKARTA, KOMPAS.com - Temuan investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunjukkan adanya dugaan keterlibatan petinggi Koramil Hitadipa dalam kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani.
Temuan ini diumumkan Komnas HAM pada Senin (2/11/2020) atau tak kurang dua pekan setelah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) memublikasikan hasil investigasinya yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Rabu (21/10/2020).
Pendeta Yeremia tewas dengan luka tembak di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua, Sabtu (19/9/2020).
Baca juga: Polisi Masih Dalami Jenis Senjata yang Digunakan untuk Membunuh Pendeta Yeremia
Berikut perbandingan hasil investigasi Komnas HAM dan TGPF bentukan pemerintah:
1. Keterlibatan aparat
Temuan Komnas HAM maupun TGPF sama-sama menyimpulkan adanya dugaan keterlibatan aparat dalam kematian Pendeta Yeremia.
Namun, fakta dugaan keterlibatan aparat dalam temuan keduanya tampak jauh berbeda.
Jika temuan Komnas HAM secara eksplisit menyimpulkan dugaan keterlibatan prajurit TNI, hal itu berbeda dengan kesimpulan TGPF yang hanya menyebut dugaan keterlibatan aparat.
Di samping itu, laporan TGPF menyeret kemungkinan adanya keterlibatan pihak ketiga kendati dalam temuan itu telah mengarah ke aparat.
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zabambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjuklan dugaan keterlibatan oknum aparat. Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan pihak ketiga," ujar Mahfud, Rabu (21/10/2020).
Sementara itu, temuan Komnas HAM menyebutkan, prajurit TNI diduga menjadi pelaku langsung penyiksaan atau pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing).
"Ini juga berangkat dari pengakuan korban sebelum meninggal kepada dua orang saksi, minimal dua orang saksi yang bahwa melihat (oknum) berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dengan tiga atau empat anggota lainnya," kata Anam dalam konferensi pers daring, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Temuan Komnas HAM: Pendeta Yeremia Disiksa, Keterlibatan TNI, dan Hilangnya Proyektil Peluru
Kesimpulan Komnas HAM juga menyebutkan, berdasarkan luka di tubuh Pendeta Yeremia, ia diduga ditembak dari jarak kurang dari satu meter.
2. Saksi
Dugaan keterlibatan prajurit TNI berdasarkan temuan investigasi Komnas HAM sebagaimana pengakuan Pendeta Yeremia sebelum meninggal kepada dua orang saksi.
Hal itu diperkuat dengan pengakuan saksi lain yang melihat aktivitas terduga pelaku bersama tiga atau empat prajurit lainnya di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).
Sementara itu, TGPF berhasil mengorek keterangan 42 saksi yang dilakukan dua tim di Intan Jaya dan Jayapura.
Sebanyak 40 saksi dimintai keterangan di Intan Jaya dan dua saksi di Jayapura.
Baca juga: TGPF Klaim Temuannya Lebih Lengkap Dibanding Investigasi Komnas HAM
Tim yang bertugas di Intan Jaya mewawancarai 40 orang, terdiri dari istri korban, keluarga, warga sekitar yang menolong dan memakamkan korban, 16 orang TNI di lokasi kejadian, serta aparat kepolisian.
Saat pengumuman hasil investigasi, Ketua Tim Investigasi Lapangan TGPF Benny Mamoto menyebutkan, belum ada saksi mata yang melihat penembakan Pendeta Yeremia.
"Sejauh ini belum ada saksi mata yang lihat langsung kejadian. Yang ada adalah pasca-kejadian ketika sang istri nunggu suami enggak pulang-pulang, akhirnya cek ke kandang babi ditemukan kondisi (jenazah Pendeta Yeremia) itu," ujar Benny, Rabu (21/10/2020).
3. Proyektil peluru
Temuan investigasi Komnas HAM juga mengungkapkan, terdapat proyektil peluru yang hilang dari TKP penembakan Pendeta Yeremia.
Proyektil itu hilang dari lubang kayu balok. Komnas HAM sendiri tak mengetahui keberadaan barang bukti tersebut.
Selain itu, temuan Komnas HAM menunjukkan adanya upaya pengaburan fakta penembakan di sekitar TKP.
Hal itu terlihat dari banyaknya lubang tembakan dengan diameter yang beragam.
Setidaknya terdapat 19 lubang tembakan, baik di luar TKP, bagian atap atau seng kandang babi, maupun pohon di sekitar TKP.
Baca juga: Komnas HAM Temukan Dugaan Pengaburan Fakta Penembakan Pendeta Yeremia di TKP
Berdasarkan penghitungan, tembakan dilepaskan pada jarak 9-10 meter dari luar TKP.
Berdasarkan fakta tersebut, Komnas HAM meyakini hal tersebut sebagai pengalihan sudut tembakan untuk pengalihan bahwa penembakan tidak dilakukan dalam jarak pendek.
Sementara itu, temuan TGPF tak mengumumkan perihal ini.
Klaim lebih lengkap
Benny mengeklaim bahwa temuan TGPF lebih lengkap dibanding temuan Komnas HAM.
Ia beralasan, keunggulan tersebut karena adanya saksi dari unsur TNI dan Polri.
"Hasil TGPF jauh lebih lengkap karena saksi atau narasumbernya termasuk aparat TNI dan Polri (termasuk penyidik)," kata Benny, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Polri Sebut Temuan TGPF Intan Jaya Selaras dengan Investigasi Penyidik Kepolisian
Benny menyatakan, TGPF sengaja tidak memublikasikan temuannya secara terperinci kepada publik.
Hal itu dilakukan dengan pertimbangan dapat mengganggu proses penyelidikan dan penyidikan.
Oleh karena itu, dalam temuannya, TGPF tak menyebutkan nama terduga pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia.
Sebab, kewenangan menetapkan tersangka ada pada pihak penyidik yang didukung dua alat bukti.
Kendati demikian, Benny tetap menghormati laporan masing-masing lembaga atas temuannya.
"Biarlah masing-masing tim menyampaikan ke publik dengan analisis dan kesimpulannya masing-masing," kata dia.
Di samping itu, Benny mengatakan, laporan investigasi TGPF saat ini sudah disampaikan ke Presiden Joko Widodo, di samping juga kepada Polri dan TNI, agar dapat ditindaklanjuti.
"Laporan lengkap sudah disampaikan ke Menko Polhukam dan sudah dilaporkan ke Presiden serta disampaikan ke Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, Mendagri, KSAD untuk ditindaklanjuti," kata dia.
Dasar penyidikan
Sementara itu, Direktur Imparsial Al Araf menyatakan temuan Komnas HAM sepatutnya menjadi dasar penegakan hukum terhadap prajurit TNI yang diduga sebagai pelaku penembakan.
"Temuan Komnas HAM harus jadi dasar untuk melakukan proses penegakan hukum secara lebih lanjut," ujar Araf kepada Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Temuan Komnas HAM Diminta Jadi Dasar Penyidikan Kasus Penembakan Pendeta Yeremia
Araf mengingatkan akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas jika penegakan hukum benar-benar dapat dijalankan.
Oleh karena itu, penegakan hukum tersebut idealnya dijalankan melalui mekanisme peradilan independen.
Menurut dia, upaya penjeratan hukum terhadap pelaku pembunuhan penting dilakukan guna mencegah terjadinya impunitas.
Untuk itu, temuan Komnas HAM seharusnya bisa ditindaklanjuti.
"Dugaan terhadap petinggi Koramil tersebut harus ditindaklanjuti ke dalam tahapan yang lebih lanjut," kata dia.
Di sisi lain, Araf menilai, Komnas HAM juga perlu menindaklanjuti lebih jauh mengenai temuannya.
Hal itu dilakukan guna memastikan apakah pembunuhan Pendeta Yeremia berkaitan dengan perintah komandannya atau bukan.
"Temuan itu harus ditindaklanjuti oleh Komnas HAM apakah tindakan pembunuhan Pendeta Yeremia terdapat perintah dari atasan atau tidak, untuk dapat melihat tanggung jawab komandonya," kata dia.
Baca juga: Polisi Masih Dalami Jenis Senjata yang Digunakan untuk Membunuh Pendeta Yeremia
Tak boleh ingkari fakta
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengingatkan, negara tak boleh mengingkari fakta atas kasus pembunuhan tersebut.
"Jangan sampai ada pengingkaran fakta, harus diungkap dan yang bersalah tidak boleh disembunyikan, yang bersalah tidak boleh diberikan perlindungan," ujar Isnur saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Isnur mengatakan, pemerintahan melalui penegak hukum semestinya bernisiatif untuk menyikapi temuan Komnas HAM.
Inisiatif itu bisa dilakukan dengan melakukan penelusuran berdasarkan temuan Komnas HAM.
Dengan demikian, temuan Komnas HAM tersebut bisa menjadi modal awal untuk mengungkap dan menjerat hukum terhadap terduga pelaku.
"Harus segera diungkap fakta sesungguhnya sesuai temuan Komnas HAM dan diberikan sanksi yang tegas kepada pelakunya karena keadilan harus ditegakkan," ucap Isnur.
Baca juga: YLBHI: Tak Boleh Ingkari Fakta dalam Kasus Penembakan Pendeta Yeremia
Di sisi lain, Isnur menilai temuan Komnas HAM juga memperlihatkan bahwa negara sejak awal berupaya memanipulasi fakta pembunuhan Pendeta Yeremia.
Apalagi, TNI dan Polri sebelumnya menuding pelaku penembakan adalah kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Namun, hal itu dibantah pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
"Jadi temuan Komnas HAM ini membantah kejadian yang ada dan kita berterima kasih kepada Komnas HAM telah menemukan ini," kata Isnur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.