JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf meminta, pemerintah mengevaluasi penerapan kebijakan keamanan yang diterapkan guna meredam konflik yang terjadi di Papua.
Permintaan itu disampaikan Araf menyusul adanya temuan Komnas HAM yang menunjukkan adanya dugaan keterlibatan petinggi Koramil Hitadipa dalam kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua.
"Sudah saatnya negara untuk mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua yang seringkali berdampak pada kekerasan di masyarakat," ujar Araf kepada Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: TGPF Klaim Temuannya Lebih Lengkap Dibanding Investigasi Komnas HAM
Adapun pendekatan keamanan yang bisa dilakukan pemerintah, sebut dia, misalnya, dengan mengedepankan dialog antara Jakarta dan Papua.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.
Menurut dia, sudah seharusnya negara meninggalkan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan persoalan di Bumi Cendrawasih.
Ia juga menyinggung bahwa negara seharusnya meminta maaf kepada masyarakat Papua. Sebab, pengiriman dan penambahan pasukan justru kerap berujung terjadinya kekerasan di Papua.
Baca juga: Polri Sebut Temuan TGPF Intan Jaya Selaras dengan Investigasi Penyidik Kepolisian
"Ketika ada kejadian seperti ini (kasus kekerasan), harusnya merespon dengan adanya upaya secara damai, bukan ditambah pasukan yang baru," tegas dia.
Hasil investigasi tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan, seorang petinggi TNI Koramil Hitadipa diduga menjadi pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, oknum tersebut diduga menjadi pelaku langsung penyiksaan dan/atau pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing).
“Ini juga berangkat dari pengakuan korban sebelum meninggal kepada dua orang saksi, minimal dua orang saksi yang bahwa melihat (oknum) berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dengan 3 atau 4 anggota lainnya,” kata Anam dalam konferensi pers daring, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Polri: Penyidikan Kasus Pembunuhan Pendeta Yeremia Belum Menjurus ke Terduga Pelaku
Hal itu disimpulkan Komnas HAM dari bekas luka tembakan yang diduga dilepaskan dari jarak kurang dari satu meter.
Pertimbangan lainnya adalah karakter tembakan di lokasi kejadian yaitu kandang babi yang sangat sempit, Komnas HAM menyimpulkan pelaku menggunakan senjata api laras pendek atau pistol atau senjata lain.
Menurut Komnas HAM, peristiwa kematian Pendeta Yeremia berhubungan dengan serangkaian peristiwa pada 17-19 September 2020.
Salah satunya adalah penembakan yang menewaskan anggota TNI Serka Sahlan dan perampasan senjatanya oleh TPNPB/OPM. Peristiwa itu mendorong adanya pencarian terhadap senjata yang dirampas itu.
Anam mengungkapkan, Pendeta Yeremia diduga sudah menjadi target atau dicari oleh terduga pelaku.
Baca juga: Temuan Komnas HAM Diminta Jadi Dasar Penyidikan Kasus Penembakan Pendeta Yeremia
Penyiksaan dan/atau tindakan kekerasan yang dialami Pendeta Yeremia diduga untuk mendapatkan keterangan korban terkait keberadaan senjata yang dirampas tersebut.
“Hal ini secara tegas disampaikan (pelaku), anggota TNI Koramil Hitadipa, yang menyebutkan nama Pendeta Yeremia Zanambani sebagai salah satu musuhnya,” tuturnya.
“Pendeta Yeremia Zanambani juga cukup vokal dalam menanyakan hilangnya dua orang anggota keluarganya kepada pihak TNI,” sambung dia.
Untuk itu, selain pelaku langsung, Komnas HAM juga menduga adanya pelaku tidak langsung yaitu pemberi perintah pencarian senjata yang dirampas.
Temuan TGPF Intan Jaya juga telah mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan aparat dalam kasus penembakan Pendeta Yeremia.
Hasil investigasi diumumkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (21/10/2020).
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat. Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga," ujar Mahfud.
Baca juga: Komnas HAM Minta Kasus Pembunuhan Pendeta Yeremia Diusut hingga Aktor Paling Bertanggung Jawab
TGPF diketahui menginvestigasi beberapa kasus pembunuhan yang terjadi di Intan Jaya, Papua, pada pertengahan September silam.
Selain penembakan Pendeta Yeremia, kasus lainnya yang diinvestigas yakni, prajurit TNI bernama Pratu Dwi Akbar, warga sipil bernama Badawi, dan prajurit TNI Serka Sahlan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.