JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan kesalahan pengetikan yang terdapat di dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tak bisa diperbaiki sembarangan.
Menurut Bivitri, kesalahan ketik yang terjadi di Pasal 6 dan Pasal 175 angka 6 berdampak hukum bahwa pasal-pasal tersebut tidak bisa dilaksanakan.
"Terhadap kesalahan di Pasal 6 dan Pasal 175 itu tidak bisa lagi dilakukan perbaikan secara sembarangan seperti yang terjadi sebelum UU ini ditandatangani, yang itu pun sudah salah," kata Bivitri saat dihubungi, Selasa (3/11/2020).
Ia menjelaskan, suatu pasal tidak boleh diterapkan hanya berdasarkan keinginan pihak yang ingin menerapkan pasal tanpa tertulis di dalam undang-undang yang dirujuk. Oleh karenanya, pasal yang sudah diketahui salah tidak bisa dilaksanakan.
"Karena dalam hukum, tidak boleh suatu pasal dijalankan sesuai dengan imajinasi penerap pasal saja, harus persis seperti yang tertulis," tutur Bivitri.
Baca juga: Yasonna: UU Cipta Kerja Reformatif dan Fenomenal, Ini Terobosan Kreatif untuk Majukan Bangsa
Bivitri mendorong pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk memberikan kepastian hukum agar pasal-pasal tersebut bisa dilaksanakan.
"Kalau pemerintah mau membuat ada kepastian hukum agar pasal-pasal itu bisa dilaksanakan, bisa keluarkan Perppu. Karena UU ini tidak bisa diubah begitu saja," ucapnya.
Dia pun menyebut kesalahan ketik yang cukup fatal ini bisa memperkuat alasan bagi publik melakukan gugatan uji formal UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Artinya, permasalahan dalam UU Cipta Kerja bukan hanya soal substansi atau materiil, tapi juga pada prosedurnya yang sejak awal memang dinilai cacat formil.
"Meski tidak otomatis, ini akan memperkuat alasan untuk melakukan uji formal ke MK untuk meminta UU ini dibatalkan," kata Bivitri.
Baca juga: Luhut: UU Cipta Kerja Akan Luruskan Hal-hal yang Tak Lurus
Bivirti menilai, kesalahan penulisan dalam UU Cipta Kerja makin memperjelas proses pembahasan dan pembentukannya yang ugal-ugalan.
Dia mengatakan, makna pembuatan undang-undang dikerdilkan hanya untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu.
"Seakan-akan mengerdilkan makna pembuatan UU, padahal UU itu seperti kontrak sosial warga melalui wakil-wakilnya. Itu pun sudah disimpangi dengan tidak partisipatif dan tidak transparannya proses penyusunan dan pembahasan. Ini akibatnya kalau tujuan buruk menghalalkan segala cara," tuturnya.
Baca juga: Menteri LHK: Saya Ingin UU Cipta Kerja Tak Munculkan Eksplorasi Berlebihan
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, kekeliruan pengetikan dalam Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hanya sebatas permasalahan administrasi.
Ia memastikan kesalahan pengetikan itu tidak memengaruhi implementasi UU Cipta Kerja.
"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno dalam keterangan pers, Selasa (3/11/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.