Menurut JPU, penyerahan uang dari Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy terjadi beberapa kali.
Rinciannya, Napoleon menerima 200.000 dollar Singapura pada 28 April 2020, 100.000 dollar AS pada 29 April 2020, 150.000 dollar As pada 4 Mei 2020, dan 20.000 dollar AS pada 5 Mei 2020.
Usai penerimaan uang terakhir pada 5 Mei 2020, Napoleon menerbitkan surat penyampaian penghapusan “Interpol Red Noices” atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari basis data Interpol sejak tahun 2014 (setelah 5 tahun).
Baca juga: Dalam Dakwaan, Irjen Napoleon Disebut Minta Uang untuk Petinggi Kita
Setelah itu, Prasetijo kembali meminta jatah kepada Tommy dengan mengatakan, "Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya”.
Keesokkan harinya, Tommy memberikan uang 50.000 dollar AS kepada Prasetijo.
Penyerahan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy masih terjadi pada 12 Mei 2020 dengan nominal 100.000 dollar AS dan 50.000 dollar AS pada 22 Mei 2020.
Adapun total uang yang diberikan Djoko Tjandra kepada Tommy sebesar Rp 500.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura.
Atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus status DPO Djoko Tjandra.
Narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
4. Kasus fatwa MA
Selain jenderal polisi, Djoko Tjandra didakwa memberikan 500.000 dollar Amerika Serikat kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra memberikan uang sebesar 500.000 dollar AS dari sebesar 1 juta dollar AS yang dijanjikan kepada Pinangki Sirna Malasari sebagai jaksa dengan jabatan jabatan Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung," kata JPU Agung M Yusuf Putra dilansir dari Antara.
Suap diduga diberikan kepada Pinangki dalam rangka mengurus fatwa di MA.
Baca juga: Majelis Hakim Tolak Eksepsi Jaksa Pinangki, Sidang Dilanjutkan
Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus itu.
Djoko Tjandra juga didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama Jaksa Pinangki dan terdakwa lain, Andi Irfan Jaya.
Menurut jaksa, pemufakatan tersebut bertujuan agar pejabat di Kejagung dan MA memberikan fatwa yang diinginkan.
"Yaitu bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dollar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung," ucap jaksa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.