Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Minta Jatah Buka Red Notice Djoko Tjandra, Ini Isi Dakwaannya

Kompas.com - 02/11/2020, 14:40 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo disebut meminta jatah untuk menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

Hal itu tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Jaksa mengungkapkan, Napoleon meminta sejumlah uang untuk mengurus red notice Djoko Tjandra kepada Tommy Sumardi.

“Terdakwa Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa 'Red Notice Djoko Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya’,” ungkap JPU Zulkipli saat sidang seperti dilansir dari ANTARA.

Baca juga: Brigjen Prasetijo Didakwa Terima 150.000 Dollar AS dari Djoko Tjandra

“Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa (nominal uangnya) dan oleh Napoleon Bonaparte, dijawab '3 lah ji (3 miliar)'. Setelah itu Tommy Sumardi meninggalkan ruangan Kadivhubinter," sambung jaksa.

Adapun Tommy yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini merupakan rekan Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra meminta Tommy untuk menanyakan status red notice atas namanya kepada NCB Interpol Indonesia di Divisi Hubungan Internasional Polri.

Setelah Napoleon meminta sejumlah uang, Djoko Tjandra menyerahkan 100.000 dollar AS kepada Tommy melalui perantara pada 27 April 2020.

Di hari yang sama, Tommy bersama Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo berangkat untuk menyerahkan uang kepada Napoleon.

Baca juga: Dalam Dakwaan, Irjen Napoleon Disebut Minta Uang untuk Petinggi Kita

Ternyata, Prasetijo yang berperan mengenalkan Tommy kepada Napoleon juga meminta jatah. Prasetijo kemudian membagi uang 100.000 dollar AS tersebut.

“Saat di perjalanan di dalam mobil, Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian mengatakan 'banyak banget ini ji buat beliau? Buat gw mana?’,” tutur jaksa.

“Dan saat itu uang dibelah 2 oleh Prasetijo Utomo dengan mengatakan 'ini buat gw, nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2'," sambungnya.

Akan tetapi, Napoleon menolak uang 50.000 dollar AS tersebut. Ia meminta uang dengan nominal lebih besar.

“Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 ji soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau', dan berkata 'petinggi kita ini'," ungkap jaksa.

Baca juga: Irjen Napoleon Didakwa Terima Rp 6,1 Miliar untuk Hapus Djoko Tjandra dari DPO

Setelah itu, terjadi beberapa kali penyerahan uang dari Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy.

Rinciannya, Napoleon menerima 200.000 dollar Singapura pada 28 April 2020, 100.000 dollar AS pada 29 April 2020, 150.000 dollar As pada 4 Mei 2020, dan 20.000 dollar AS pada 5 Mei 2020.

Setelah penerimaan terakhir pada 5 Mei 2020, Napoleon menerbitkan surat penyampaian penghapusan “Interpol Red Noices” atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari basis data Interpol sejak tahun 2014 (setelah 5 tahun).

Setelah itu, Prasetijo menghubungi Tommy dan kembali meminta jatah dengan mengatakan “Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gw punya”.

Baca juga: Jadi Perhatian Publik, Sidang Red Notice Djoko Tjandra Dipimpin Langsung Ketua PN Jakpus

Keesokkan harinya, Tommy menemui Prasetijo dan menyerahkan uang sebesar 50.000 dollar AS.

Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 6,1 miliar.

Sementara, Prasetijo didakwa menerima 150.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Akibat surat dari Divisi Hubungan Internasional Polri kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, status DPO Djoko Tjandra dihapus dari sistem Imigrasi.

Dengan begitu, Djoko Tjandra dapat mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.

Napoleon dan Prasetijo dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com