"Itu semua melanggar moralitas demokrasi. Ketok palu bukan hanya seremoni. Dalam sebuah negara demokrasi, (paripurna) itu adalah persetujuan bersama, perwujudan dari Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. Ada makna besar dalam demokrasi," ujar Bivitri dalam diskusi daring bertajuk Omnibus Law dan Aspirasi Publik, Sabtu (17/10/2020).
Baca juga: Jokowi Diminta Batalkan UU Cipta Kerja jika Ingin Anak Muda Jadi Petani
Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan jauh-jauh hari telah mengingatkan Presiden Joko Widodo segera menandatangani naskah UU Cipta Kerja setelah diserahkan oleh DPR.
Ia berharap pemerintah konsisten terhadap gagasan UU Cipta Kerja.
Menurut Asep, tidak elok jika presiden kemudian terkesan tak mau mengambil sikap akibat gelombang aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
"Secara logika, presiden harus menandatangani ini sebagai undang-undang," ujar Asep, Rabu (14/10/2020).
Merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011, presiden memiliki waktu paling lama 30 hari untuk menandatangani naskah UU setelah tanggal persetujuan di paripurna.
Baca juga: Bawa Korek Kuping Jumbo, Massa Aksi Penolak UU Cipta Kerja: Mungkin Kuping Jokowi Tersumbat
Jika presiden tidak tanda tangan dalam kurun waktu tersebut, RUU tetap berlaku secara otomatis dan wajib diundangkan.
Asep berpendapat, semakin cepat pemerintah mengundangan RUU Cipta Kerja, maka publik dapat bergerak cepat pula untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, ia mendorong presiden agar menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang isinya menunda pemberlakuan UU Cipta Kerja segera setelah ditandatangani presiden.
Selanjutnya, DPR dan pemerintah kembali membahas UU Cipta Kerja melalui mekanisme legislative review atau executive review.
"Presiden segera undangkan, kasih nomor, masukan lembaran negara, kemudian dalam waktu tidak terlalu lama mengeluarkan perppu untuk menunda pemberlakuan UU ini," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.