Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puluhan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Dilaporkan ke Komnas Perempuan, Ini Rinciannya

Kompas.com - 30/10/2020, 10:04 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, kekerasan seksual masih terjadi di lingkungan pendidikan.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, selama 5 tahun terakhir, angka kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang dilaporkan ke pihaknya fluktuatif.

Praktik ini terjadi di semua jenjang pendidikan.

"Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan dalam rentang tahun 2015 sampai dengan Agustus 2020 menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan bukanlah ruang bebas dari kekerasan," kata Siti melalui keterangan tertulis yang dilansir dari laman resmi Komnas Perempuan pada Jumat (30/10/2020).

Baca juga: Pola Asuh Orangtua Salah Bisa Picu Anak Lakukan Kekerasan Seksual

Pada tahun 2015, ada 3 kasus kekerasan yang diadukan ke Komnas Perempuan. Kemudian, 10 kasus pada 2016, 3 kasus pada 2017, 10 kasus pada 2018, 15 kasus pada 2019, dan 10 kasus hingga Agustus 2020.

Dari total 51 kasus, pengaduan terbanyak berasal dari lingkungan universitas yakni 27 persen. Diikuti dengan pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam sebanyak 19 persen.

Kemudian, 15 persen terjadi di tingkat SMU/SMK. Lalu, 7 persen terjadi di tingkat SMP dan 3 persen di TK, SD, SLB.

"Kasus yang diadukan merupakan puncak gunung es karena umumnya kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan cenderung tidak diadukan/dilaporkan antara lain karena merasa malu dan tidak tersedianya mekanisme pengaduan, penanganan dan pemulihan korban," ujar Siti.

Baca juga: Psikolog: Ini Alasan Banyak Remaja Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Anak

Siti menyebut, 88 persen atau 45 kasus yang diadukan merupakan kekerasan seksual yang terdiri dari perkosaan, pencabulan dan pelecehan.

Kemudian, 10 persen atau 5 kasus merupakan kekerasan fisik, kekerasan psikis dan diskriminasi.

Kekerasan seksual di universitas berkaitan dengan relasi kuasa mahasiswi dengan dosen pembimbing skripsi atau penelitian.

Di tingkat SMU/SMK, bentuk kekerasan berupa tindakan sekolah mengeluarkan siswi korban perkosaan.

Sementara, di pesantren, kekerasan berupa manipulasi santriwati sehingga terjadi perkawinan antara korban dengan pelaku atau pemaksaan perkawinan.

Ada yang dimanipulasi dengan alasan memindahkan ilmu, ancaman akan terkena azab, tidak akan lulus, hingga hafalan ilmu akan hilang.

Baca juga: LPSK: Kekerasan Seksual di Sekolah Cukup Tinggi

Pelaku kekerasan terbanyak adalah guru/ustaz sebanyak 22 kasus (43 persen), kemudian kepala sekolah 8 kasus (15 persen), dosen 10 kasus (19 persen), peserta didik lain 6 kasus (11 persen), pelatih 2 kasus (4 persen), dan pihak lain 3 kasus (5 persen.

"Para korban yang umumnya peserta didik berada dalam kondisi tidak berdaya (powerless) karena relasi kuasa korban dengan guru/ustaz, dosen, atau kepala sekolah yang dipandang memiliki kuasa otoritas keilmuan dan juga termasuk tokoh masyarakat," kata Siti.

Siti mengatakan, kekerasan seksual di lingkungan pendidikan masih terjadi karena hingga saat ini pencegahan, penanganan dan pemulihan korban masih terkendala impunitas terhadap pelaku.

Baca juga: Ratusan Orang Adukan Kekerasan Seksual di Kampus

Kerap kali, lingkungan pendidikan memberikan perlindungan terhadap pelaku kekerasan demi menjaga nama baik institusi.

Sementara, jika korban menempuh penyelesaian pidana, terjadi penundaan berlarut.

Komnas Perempuan pun mendorong agar kebijakan internal di seluruh jenjang pendidikan dipastikan aman dan bebas dari kekerasan dengan membangun mekanisme pencegahan, penanganan dan pemulihan untuk korban kekerasan seksual.

Kebijakan juga harus berpihak pada korban.

Baca juga: Aktivis Anti Kekerasan Seksual Jateng Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas Prioritas 2021

Perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan semestinya tetap diperbolehkan untuk menyelesaikan pendidikan sebagai upaya mencegah anak perempuan putus sekolah.

Kemudian, penyelenggara pendidikan juga diminta memberikan respon cepat terkait penanganan kekerasan seksual yang dialami siswi atau santriwati, demi membangun kepercayaan hukum dalam pemenuhan hak atas keadilan untuk korban.

"Menghukum pelaku setimpal dengan perbuatannya untuk mencegah keberulangan serta mengintegrasikan indikator bebas dari kekerasan dalam menetapkan akreditasi lembaga pendidikan," kata Siti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo: Mantan Wakil Ketua MPR dan Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com