JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan, kebebasan sipil di Indonesia saat ini dalam kondisi yang terancam.
Ancaman itu meliputi kebebasan berpendapat, berunjuk rasa, kebebasan mendapat perlakuan yang adil oleh aparat dan sebagainya.
"Hasil survei kami ternyata mengkhawatirkan. Demokrasi secara normatif masih mendapat dukungan tinggi dari publik. Tapi kebebasan sipil kita itu cukup terancam," ujar Burhanuddin dikutip dari tayangan Satu Meja Kompas TV bertajuk "Kebebasan Berekspresi Direpresi ?" pada Kamis (28/10/2020) malam.
"Baik kebebasan berpendapat, berdemonstrasi, mendapat perlakuan adil dari aparat dan lain-lain" kata dia.
Baca juga: Periode Kedua Jokowi: Buzzer Dinilai Tak Lagi Efektif, Serangan ke Kebebasan Sipil Semakin Ganas
Menurut Burhanuddin, demokrasi yang diharapkan masyarakat sebenarnya bukan sekadar memberi kesempatan untuk memberikan suara dalam pemilu.
Namun, masyarakat juga ingin agar kebebasan berbicara setelah mereka memberikan hak suara juga dihormati oleh pemerintah.
"Sebab hal inilah yang menjadi indikator kebebasan sipil," ucap dia.
Lebih lanjut, Burhanuddin pun mengungkapkan ada atmosfer ketakutan yang dirasakan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir.
Dia menilai, persepsi ini muncul bukan tanpa sebab.
Salah satu sebabnya yakni masyarakat takut akan perundungan dan persekusi.
"Takut di-bully, maupun direpresi. Sebab dulu yang menggunakan pasal ITE sekian puluh. Sekarang ratusan yang memakai," ujar dia.
"Selain itu, saat ini sedikit-sedikit berbicara di media sosial, akan di-bully," kata dia.
Adapun penjelasan Burhanuddin ini merupakan pembahasan atas hasil survei yang dilakukan oleh IPI pada 24-30 September 2020.
Hasil survei itu mencatat ada 36 persen responden yang menyatakan kondisi Indonesia saat ini kurang demokratis.
Baca juga: Amnesty: Kasus Penjeratan UU ITE Saat Kepemimpinan Jokowi Meningkat Tajam
Lalu, sebanyak 37 persen responden menyatakan kondisi demokrasi di Indonesia tetap sama seperti sebelumnya.
Sementara itu, sebanyak 17,7 persen responden menyatakan kondisi di Indonesia lebih demokratis. Selain itu, ada 9,3 persen responden yang menjawab tidak tahu.
Survei IPI pun mengungkap ada 21,9 persen responden yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan saat ini orang semakin takut menyatakan pendapat.
Sebanyak 47,7 persen respinden menyatakan agak setuju dengan pernyataan itu.
Responden yang kurang setuju dengan pernyataan itu tercatat sebanyak 22 persen dan yang tidak setuju dengan pernyataan itu sebanyak 3,6 persen.
Sementara itu, survei yang digelar oleh Litbang Kompas pada 14 hingga 16 Oktober 2020 juga mencatat temuan yang senada.
Pada kategori perntanyaan apakah ada persoalan di bidang politik dan keamanan yang mendesak untuk diselesaikan pemerintah, sebanyak 33,5 persen responden menjawab kebebasan berpendapat.
Kemudian, sebanyak 20,6 persen menjawab bahwa polemik pembentukan UU harus segera diselesaikan pemerintah.
Baca juga: Wapres Maruf Ingatkan Elemen Bangsa Berkomitmen Pertahankan Demokrasi
Sebanyak 15,5 persen responden harus menjawab sinergi lembaga pemerintah harus dibenahi.
Lalu, sebanyak 10,2 persen responden menyatakan konflik antarkelompok harus dituntaskan pemerintah.
Sebanyak 9,6 persen responden menyatakan persoalan keamanan dan perbatasan negara harus diselesaikan pemerintah.
Adapun 3,4 persen responden menyebut gerakan separatis dan terorisme harus segera diselesaikan. Sisanya, sebanyak 7,2 persen responden menjawab tidak tahu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.