JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) merilis survei terkini tentang kinerja pemerintah dan peluang reshuffle kabinet.
Berdasarkan survei, lebih banyak responden yang tidak puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, memaparkan sebanyak 51 persen responden tidak puas dengan kinerja Jokowi. Sementara, 49 persen mengaku puas.
Kemudian, sebanyak 67 persen tidak puas dengan kinerja Ma'ruf. Hanya 33 persen yang menyatakan puas.
Baca juga: Survei Litbang Kompas Setahun Jokowi-Maruf: 52,5 Persen Tak Puas, 45,2 Persen Puas
Faktor penilaian kepuasan terhadap Jokowi dan Ma'ruf itu meliputi kepemimpinan (75 persen), keberpihakan pada rakyat (71 persen), koordinasi antarlembaga (69 persen), integritas/tepat janji (66 persen), dan sikap empati/aspiratif (53 persen).
"Kepemimpinan adalah hal yang paling banyak disorot oleh publik. Pak Jokowi itu dianggap memiliki karakter kepemimpinan yang tidak baik di periode kedua ini, terutama adalah terlihat benar bahwa Ma'ruf Amin seolah-olah tidak terlibat dalam kebijakan-kebijakan," kata Dedi dalam konferensi pers daring, Rabu (28/10/2020).
Selain itu, IPO menanyakan soal kepercayaan publik terhadap kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju.
Baca juga: Survei Tunjukkan Kualitas Demokrasi Indonesia Menurun, Pemerintah Diminta Evaluasi
Dilihat dari sisi kinerja ketokohan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menempat posisi teratas dengan tingkat kepuasan kinerja sebesar 61 persen.
Disusul Menteri Pertahanan Prabowo Subianto 57 persen, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian 49 persen, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi 43 persen.
Faktor persepsi kepuasan terhadap para menteri ini berdasarkan kebijakan (51 persen), program sosial (19 persen), koordinasti antarlembaga (15 persen), dan transparansi (5 persen).
"Dari sisi persentase sebetulnya menurun. Artinya, lebih banyak publik yang merasa optimisme terhadap pemerintah itu menurun, sisi kepercayaan publik menurun. Tetapi dari sisi orang-perorang banyak tokoh-tokoh yang kemudian naik," tutur Dedi.
Baca juga: Ini Hasil Survei Litbang Kompas Terkait Isu Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja