Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Nilai Aparat Cenderung Represif Sikapi Kebebasan Berekspresi

Kompas.com - 28/10/2020, 11:15 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu menilai polisi cenderung represif dalam menyikapi protes Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

"ICJR mencatat bahwa dalam pemenuhan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat, aparat sering bertindak represif dengan tidak mengindahkan batasan kewenangan yang diatur dalam UU dan melanggar hak asasi manusia yang fundamental," kata Erasmus dalam keterangan tertulis, Rabu (28/10/2020).

Ia menambahkan, pada aksi penolakkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan melaporkan aparat kepolisian yang telah melakukan penggunaan kekuatan secara berlebihan.

Polisi juga melakukan penangkapan sewenang-wenang tanpa adanya proses hukum.

Baca juga: Mabes Polri: Kami Bukan Represif, Polisi Juga Manusia...

Pada 26 Oktober 2020, Polda Metro Jaya melaporkan telah menangkap 2.667 orang sepanjang tiga gelombang demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 8, 13, dan 20 Oktober.

Dari angka itu, diketahui 70 persen yang ditangkap merupakan pelajar dan di bawah umur.

Ia mengatakan semestinya polisi memperlakukan para pelajar tersebut secara khusus dalam ruang pelayanan anak dan harus dilakukan penghindaran penahanan serta upaya represif.

"Namun diketahui juga aparat melakukan tindakan berlebihan terhadap warga, polisi melakukan penggeledahan, penyitaan dan pengaksesan tanpa dasar terhadap telepon genggam," tutur Erasmus.

Baca juga: Dalih, Klaim, dan Janji Polisi soal Pengamanan Demonstrasi Tanpa Kekerasan

Sementara itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sebanyak 56 jurnalis menjadi korban kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi demonstrasi pada 7 hingga 21 Oktober.

Erasmus mengatakan akses bantuan hukum kepada jurnalis saat itu dihalang-halangi oleh kepolisian. Ia menilai tindakan sewenang-wenang ini bukan yang pertama kalinya terjadi.

Hal yang sama terjadi pada demonstrasi Reformasi Dikorupsi pada September 2019 dan ksi pada masa pemilu Mei 2019.

Sedangkan pelaku kekerasan yang merupakan aparat negara tidak secara akuntabel dan tranparan diproses hukum secara tuntas.

Baca juga: Polisi Disebut Represif Hadapi Demonstran, PP Muhammadiyah Minta Kurikulum Pendidikan Polri Diungkap ke Publik

Adapun Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pada Juli melaporkan, dalam satu tahun terakhir tidak ada kasus kekerasan oleh anggota kepolisian yang dituntaskan melalui mekanisme peradilan pidana.

Sedangkan AJI melaporkan jurnalis yang menjadi korban kekerasan sulit untuk mendapatkan keadilan.

Adapun pada 2019, AJI melaporkan dari 53 kasus kekerasan jurnalis, hanya satu yang diproses namun hanya melalui sidang etik.

Sebagian besar kasus lainnya dilaporkan ke kepolisian namun tanpa ada kabar tindak lanjut.

"Dari fenomena ini dapat terlihat meskipun aparat cenderung bertindak sewenang-wenang, namun impunitas terhadap aparat tersebut terus terjadi. Hal ini perlu menjadi sorotan bagi Pemerintah dan DPR untuk mempercepat langkah untuk perbaikan substansial hukum acara pidana di Indonesia," kata Erasmus.

"R-KUHAP yang saat ini telah masuk dalam daftar Prolegnas DPR periode 2020-2024 perlu menjamin adanya pengetatan pengawasan, membentuk sistem akuntabilitas yang kuat bagi institusi aparat penegak hukum yang menjalankan proses penyidikan-penuntutan," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com