Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Bawaslu Dinilai Keliru dan Mudahkan Eks Koruptor Mencalonkan Diri di Pilkada

Kompas.com - 27/10/2020, 13:09 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Dompu, Lampung Selatan, dan Bengkulu memudahkan mantan terpidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada.

Sebab, Bawaslu di ketiga daerah itu mengabulkan gugatan tiga pasangan calon kepala daerah yang semula oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) akibat belum terpenuhinya masa jeda pidana 5 tahun, menjadi memenuhi syarat (MS).

"Putusan Bawaslu itu mempermudah seluruh mantan terpidana termasuk mantan terpidana korupsi yang belum genap jeda 5 tahun setelah selesai menjalani hukumannya untuk maju di Pilkada. Dan ini sangat disayangkan," kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (27/10/2020).

Baca juga: Disorot, Bawaslu Daerah Loloskan Mantan Koruptor meski Belum Penuhi Masa Tunggu Pidana

Titi mengatakan, ketentuan tentang masa jeda 5 tahun bagi calon kepala daerah mantan terpidana tertuang dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019.

Putusan MK itu memaknai Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur tentang syarat pencalonan kepala daerah.

Ditegaskan MK bahwa seorang mantan terpidana yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus sudah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Namun demikian, kata Titi, Bawaslu kemudian menerjemahkan frasa "selesai menjalani pidana penjara" secara sempit sebagai keluar atau selesai menjalani hukuman badan di penjara.

Baca juga: Tindaklanjuti Putusan Bawaslu, KPU Tetapkan 3 Eks Koruptor jadi Calon Kepala Daerah

Padahal, berdasar penjelasan Pasal 7 Ayat (2) huruf g UU Pilkada, yang dimaksud dengan “mantan terpidana” adalah orang yang sudah tidak ada hubungan baik teknis (pidana) maupun administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.

"Bawaslu keliru memaknai selesai menjalani pidana penjara sebatas pada menjalani hukuman di dalam Lapas. Padahal maksudnya adalah menjalani jenis pidana pokok yaitu hukuman penjara yang dalam prosesnya seorang terpidana dalam rangkaian hukumannya tidak selalu ada di dalam Lapas namun bisa juga di luar Lapas apabila dia mendapatkan pembebasan bersyarat," ujar Titi.

"Namun saat ia bebas bersyarat tersebut statusnya tetap sebagai terpidana, belum menjadi mantan terpidana," tuturnya.

Baca juga: KPU Ikuti Putusan MK soal Pencalonan Eks Koruptor, tetapi...

Selain itu, menurut Titi, hal yang paling fatal adalah Bawaslu bertindak sebagai penguji materi Peraturan KPU dan undang-undang serta menjadi penafsir Putusan MK.

Seharusnya, dalam menangani gugatan sengketa pencalonan Bawaslu memeriksa apakah keputusan KPU sudah sesuai dengan UU dan Peraturan KPU atau belum.

Namun, yang terjadi malah Bawaslu menerabas UU dan Peraturan KPU dan berdiri sebagai penafsir Putusan MK.

Padahal dalam praktik kepemiluan, KPU yang punya kewenangan membuat peraturan teknis dalam penyelenggaraan pemilihan.

Baca juga: KPK: Pilih Calon Kepala Daerah yang Tak Pernah Terlibat Korupsi

"Jadi Bawaslu menggunakan proses penyelesaian sengketa pencalonan untuk memperluas kewenangannya sekaligus juga untuk melakukan uji materi atas Peraturan KPU. Menurut saya itu tidakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan hukum atau abuse of power," kata Titi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com