"Saya meragukan komitmen Bawaslu dalam mewujudkan Pilkada bersih dan bebas dari calon-calon yang bermasalah," lanjutnga.
Pemahaman Bawaslu mengenai masa jeda pencalonan mantan terpidana ini juga dinilai mendistorsi substansi Putusan MK. Sebagai pemohon Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019, Titi pun merasa kecewa dengan sikap Bawaslu tersebut.
Titi mengungkap, di Pilkada Bengkulu Selatan dan Tebing Tinggi tahun 2010, MK memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS akibat calon yang tidak memenuhi syarat ditetapkan sebagai peserta pilkada.
Baca juga: Mayoritas Masyarakat Ingin Calon Kepala Daerah Pelanggar Protokol Kesehatan Didiskualifikasi
Ia pun khawatir hal serupa kelak akan terjadi di Pilkada Dompu, Lampung Selatan, dan Bengkulu.
"Dan itu bisa berdampak pada kerugian keuangan negara yang amat besar," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, KPU mengubah status tiga pasangan calon kepala daerah dari TMS menjadi MS sebagai peserta Pilkada 2020.
Langkah ini dilakukan menindaklanjuti putusan Bawaslu terkait hasil sengketa ketiga paslon yang masing-masing mencalonkan diri di Dompu, Lampung Selatan, dan Bengkulu.
Keputusan Bawaslu itu memerintahkan KPU untuk menyatakan 3 paslon yang semula TMS karena belum memenuhi masa jeda pidana 5 tahun diubah menjadi MS.
Baca juga: KPK: Salah Alamat Kalau Jadi Kepala Daerah untuk Cari Pendapatan Lebih Besar
"Putusan Bawaslu Dompu sudah ditindaklanjuti oleh KPU Dompu, dinyatakan MS sesuai 0utusan Bawaslu Dompu dan mendapat nomor urut 3," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).
"Demikian juga di Lampung Selatan. (Di Bengkulu) sudah," tuturnya.
Evi mengatakan, sebagaimana bunyi Undang-undang Pilkada, pihaknya wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu.
Pasal 135A Ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu provinsi dengan menerbitkan keputusan KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota dalam jangka waktu paling lambat 3 hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusan Bawaslu provinsi.
Baca juga: Kepala Daerah yang Gadaikan Kekuasaan ke Sponsor Berpotensi Punya Masalah Hukum
Meski begitu, kata Evi, dalam memaknai definisi "mantan narapidana", pihaknya tetap berpegang pada Pasal 1 angka 21 PKPU Nomor 18 Tahun 2019.
Pasal tersebut berbunyi, mantan terpidana adalah orang yang sudah selesai menjalani pidana, dan tidak ada hubungan secara teknis (pidana) dan administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Mengacu pada bunyi pasal tersebut, kata Evi, jelas diatur bahwa seseorang dinyatakan sebagai mantan narapidana apabila sudah bebas murni, bukan bebas bersyarat.
Oleh karenanya, lanjut Evi, dalam membuat putusan semestinya Bawaslu mengacu pada PKPU tersebut, bukan membuat tafsiran baru.
"Mestinya tidak ditafsirkan lagi bila sudah dituangkan dalam PKPU. Bawaslu melakukan pemeriksaan dalam sengketa mestinya mengacu kepada PKPU sebagai peraturan yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.