JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman Amin Soebandrio menjelaskan perihal Emergency Use Authorization (EUA) yang belakangan ini mengemuka dalam pembahasan vaksin Covid-19.
Menurut Amin, EUA merupakan izin yang bersifat sementara.
"EUA bukan untuk permanen. Namanya juga emergency. Jadi ini untuk emergency use (penggunaan yang mendesak) saja," ujar Amin ketika dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (27/10/2020).
Amin pun menegaskan bahwa EUA berbeda dengan izin edar.
Izin edar dikeluarkan apabila obat atau vaksin telah tuntas menjalani uji klinis tahap satu, dua dan tiga.
Baca juga: Epidemiolog Duga Vaksin Digembar-gemborkan demi Percepatan Ekonomi
"Jadi kalau untuk jangka panjang itu perlu zin edar. Itu kalau sudah selesai semua (uji klinis). Kalau sudah keluar izin edar tidak ada masalah lagi," tutur Amin.
Selain tidak permanen, EUA biasanya hanya digunakan untuk pemakaian obat atau vaksin bagi kalangan tertentu saja.
Misalnya, vaksin untuk diberikan kepada militer, tenaga kesehatan atau kelompok tertentu lain.
Amin melanjutkan, dalam konteks kondisi Indonesia, pihak yang berwenang memberikan EUA adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca juga: Apakah Vaksin Covid-19 Akan Efektif untuk Lansia?
Pada situasi pandemi Covid-19, BPOM berwenang mengeluarkan EUA karena keperluan vaksinasi yang sifatnya mendesak.
"Sehingga BPOM bisa mengeluarkan izin sementara. Walau uji klinis fase tiga belum selesai," ungkap Amin.
Adapun dasar untuk mengeluarkan EUA untuk vaksin antara lain, sudah selesai uji klinis tahap satu dan dua.
Kemudian, telah ada sejumlah bukti yang mendukung efektivitas dan keamanan vaksin itu.
"Walaupun belum terlalu lengkap, tetapi ada data yang menunjukkan yang mau dipakai itu cukup aman dan efektif," ungkap Amin.
"Tentu untuk mengeluarkan EUA, BPOM tak semena-mena. Harus tetap mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya baik soal manfaat ataupun risikonya," tambahnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.