JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menata dan mengembangkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Salah satu kawasan yang akan mengalami perubahan desain secara signifikan adalah Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat.
Pulau ini bakal disulap menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.
"Tujuan utama konsep ini adalah mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan dengan mengembangkan potensi yang ada dengan cara yang berkelanjutan," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Minggu (19/1/2020).
Baca juga: Jurrasic Park Komodo Disebut Mengancam Konservasi, Ini Kata Peneliti LIPI
Melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR telah menganggarkan Rp 52 miliar untuk menata kawasan Pulau Rinca yang meliputi bangunan pusat informasi, sentra souvenir, kafe, dan toilet publik.
Kemudian dibangun pula kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, penginapan untuk peneliti dan pemandu wisata (ranger).
Area trekking untuk pejalan kaki dan shelter pengunjung didesain melayang atau elevated, agar tidak mengganggu lalu lintas Komodo.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas dermaga di Pulau Rinca, dibangun sarana dan prasarana pengaman pantai dan dermaga Loh Buaya dengan biaya Rp 56 miliar yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Sumber Daya Air pada tahun 2020 ini.
Tuai kecaman
Melihat hal itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati menilai, pembangunan proyek "Jurassic Park" tidak berbasis keilmuan.
Menurut dia, alih-alih melestarikan komodo dan habitat alaminya, pembangunan tersebut justru akan membuat komodo tersiksa.
Baca juga: Tidak Boleh Menafsirkan Sesuatu Secara Simbolis Seolah-olah Komodo Tak Suka Pembangunan Itu
"Pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca jelas menunjukkan pembangunan yang tidak berbasis keilmuan dan bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat setempat," kata Nur kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).
"Pembangunan Jurassic Park justru akan menciptakan neraka bagi komunitas komodo yang dapat berujung pada musnahnya hewan unik ini selamanya," tutur dia.
Selain berdampak pada kelangsungan habitat dan hidup komodo, pembangunan Jurassic Park, lanjut Nur juga memiliki dampak pada masyarakat sekitar.
Ia mengatakan, proyek tersebut akan membuat masyarakat menjadi terasingkan di tanah kelahirannya sendiri.
"Dampak pada kehidupan masyarakat lokal di sana yang sudah menyatu dengan kehidupan komodo," ucap Nur Hidayati.
Baca juga: Polemik Jurassic Park di TN Komodo, Ini Kata Pengamat Pariwisata
Sementara Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat menyerukan dunia internasional mendesak Pemerintah RI menghentikan pembangunan destinasi Jurassic Park.
"Saya mengajak masyarakat dunia untuk sama-sama menyelamatkan komodo dari pemerintahan saat ini yang melakukan pembangunan tanpa mengedepankan aspek keberlangsungan hidup komodo dragon," ujar Ketua Formapp Manggarai Barat, Aloysius Suhartim Karya saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/10/2020).
Aloysius menyatakan, desakan masyarakat dunia sangat dibutuhkan demi menyelamatkan hajat hidup komodo yang terancam punah akibat aktivitas pembangunan.
Ia menegaskan bahwa komodo bukan milik rakyat Indonesia saja, melainkan punya publik dunia.
"Bagi kami, komodo bukan milik kami sesungguhnya, komodo adalah milik seluruh entitas manusia di dunia," tegas dia.
Baca juga: Polemik Proyek Jurassic Park, Pemprov NTT: Harus Dibedakan Pulau Rinca dan Pulau Komodo
Aloysius berharap dunia internasional memberikan perhatian besar terhadap ambisi Pemerintah Indonesia mengubah naturalitas habitat komodo.
Ia tak ingin pembangunan yang digencarkan Presiden Joko Widodo justru mengancam kehidupan komodo.
"Apabila masyarakat dunia mencintai komodo, merasa memiliki dan prihatin terhadap situasi komodo saat ini, serukan agar Pemerintah Indonesia menghentikan pembangunan ekstraksi di Loh Buaya, Pulau Rinca," tegas dia.
Dalih pemerintah
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun angkat bicara mengenai pembangunan proyek tersebut yang dianggap bisa mengancam kehidupan komodo.
KLHK berdalih telah menerapkan prinsip kehati-hatian terkait penggunaan alat berat, seperti truk, di lokasi pembangunan proyek pariwisata Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo.
Hal itu ia sampaikan juga untuk menanggapi foto seekor komodo yang berhadap-hadapan dengan truk proyek. Foto tersebut menjadi viral di media sosial.
Baca juga: KLHK Sebut Proyek di Pulau Rinca Tak Membahayakan Populasi Komodo
"Dapat dijelaskan bahwa kegiatan aktivitas pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat dilakukan karena tidak dimungkinkan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk, ekskavator dan lain-lain, telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian," kata Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugrah dalam keterangan pers, Senin (26/10/2020).
Nunu mengatakan, secara spesifik lokasi pembangungan proyek wisata di foto tersebut ada di Lembah Loh Buaya, Pulau Rinca.
Menurut Nunu, estimasi populasi komodo di Loh Buaya saat ini ada sekitar 66 ekor dan jumlahnya relatif stabil. Bahkan, cenderung sedikit meningkat dalam lima tahun terakhir.
Sementara, jumlah komodo yang sering berkeliaran di sekitar area pembangunan proyek wisata di Loh Buaya diperkirakan sekitar 15 ekor. Komodo-modo tersebut memiliki perilaku berjemur setiap pagi.
Nunu juga menegaskan, pembangunan proyek tidak akan membahayakan populasi komodo.
"Hal ini dapat dibuktikan dengan tren populasi yang tetap stabil di lokasi wisata Loh Buaya tersebut. Artinya, apabila dikontrol dengan baik dan meminimalisasi kontak satwa, maka aktivitas wisata pada kondisi saat ini dinilai tidak membahayakan populasi komodo area wisata tersebut," ujarnya.
Baca juga: Pembangunan TNK bisa Bahayakan Ekosistem dan Konservasi Komodo
Nunu mengatakan, selama pembangunan proyek wisata di Pulau Rinca ini, pemerintah menurunkan 5 sampai 10 ranger untuk mengawasi satwa komodo di sekitar lokasi.
Para ranger tersebut melakukan pemeriksaan keberadaan komodo, seperti di kolong-kolong bangunan hingga kolong truk pengangkut material.
"Dalam pembangunan sarana dan prasarana telah dilaksanakan protokol untuk mencegah dampak negatif dari pembangunan sarana dan prasarana tersebut terhadap satwa komodo yang diawasi oleh 5-10 ranger," ucap Nunu.
Saat ini, pembangunan proyek wisata di Pulau Rinca telah mencapai 30 persen. Rencananya, proyek wisata akan selesai pada Juni 2021.
Baca juga: Trending #SaveKomodo, Ini Sederet Fakta Seputar Komodo
Melalui surat pengumuman Nomor PG.816/T.17/TU/EVLP/10/2020, pemerintah menutup sementara resort Loh Buaya dari kunjungan wisatawan dalam rangka mempercepat proses pembangunan proyek wisata.
Penutupan dilakukan sejak 26 Oktober 2020 hingga 30 Juni 2021 dan akan dievaluasi setiap dua minggu sekali.
Penjelasan Pemprov NTT
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu menjelaskan, pembangunan Jurassic Park itu berlokasi di Pulau Rinca yang selama ini difungsikan sebagai kawasan pariwisata umum.
Sementara itu, tak ada pembangunan di Pulau Komodo yang menyandang status kawasan konservasi.
"Jadi harus dibedakan antara Pulau Komodo sebagai daerah konservasi dan Pulau Rinca yang diperuntukan untuk mass tourism (pariwisata umum)," ujar Marius kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Senin (26/10/2020).
Menurut Marius, proyek Jurassic Park itu dibangun untuk menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu kawasan destinasi pariwisata super premium.
"Kita harapkan masyarakat tidak melihat seolah-olah pembangunan itu merusak lingkungan. Sama sekali tidak. Pembangunan itu sebetulnya melengkapi Pulau Rinca sebagai destinasi pariwisata umum," kata Marius.
Baca juga: Kecewa dengan Proyek Jurassic Park Pulau Rinca, Melanie Subono: Maafkan Kami, Komodo
Marius menjelaskan, dermaga, jalan, dan infrastruktur penunjang yang dibutuhkan wisatawan domestik dan internasional akan dibangun di Pulau Rinca.
Ia berharap, masyarakat bisa menilai pembangunan proyek itu secara proporsional.
"Bahwa ada dampak kebisingan itu pasti karena membangun dermaga sehingga membutuhkan mobil truk dan alat berat tapi sama sekali tidak ada tujuan untuk mematikan komodo," tegasnya.
Marius juga meminta pengelola Taman Nasional Komodo untuk memindahkan semua komodo yang berada di sekitar area proyek dipindahkan.
"Kita minta Kepala Taman Nasional Komodo segera berkoordinasi agar komodo diarahkan ke tempat lain agar jauh dari lokasi pembangunan. Mereka tentu sudah punya cara," kata Marius.
"Misalnya dengan menyiapkan makanan untuk komodo sehingga mereka bisa diarahkan ke sana. Mereka sudah punya cara untuk mengendalikan, mengontrol, mengawasi dan sebagainya," tambahnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.