Pulau Komodo dan Pulau Rinca sudah ditetapkan sebagai taman nasional sejak 1980 untuk melindungi satwa komodo atau Varanus komodoensis, hewan endemik purba yang hanya bisa ditemukan di NTT.
Namun, proyek di TN Komodo tersebut kini telah dimasukkan ke Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hingga sekarang, proyek bertajuk "Jurassic Park" ini masih terus menuai polemik dan protes dari berbagai pihak.
Salah satunya dari Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat. Ketua Formapp Manggarai Barat Aloysius Suhartim Karya menyatakan penolakannya kepada Kompas.com, Rabu (16/9/2020).
"Penolakan terhadap pembangunan ini sudah kami sampaikan berkali-kali, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1.000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores, pada tanggal 12 Februari 2020," ujar Aloysius.
Baca juga: Rencana Pemerintah Menyulap Pulau Rinca Jadi Jurassic Park Tuai Kecaman
Formapp menyampaikan beberapa alasan penolakan terhadap pembangunan tersebut. Pertama, kata Aloysius, pembangunan sarana dan prasarana berupa bagunan geopark di kawasan Loh Buaya bertentangan dengan hakikat keberadaan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi.
Hal ini sebagaimana tertuang melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 306 Tahun 1992 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo. Dalam SK tersebut dijelaskan, Taman Nasional Komodo adalah kawasan konservasi alami yang utuh dari satwa komodo dan ekosistem lainnya, baik di darat maupun di laut.
Kedua, model pembangunan sarana dan prasarana geopark dengan cara betonisasi dapat menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya.
"Ketiga, pembangunan sumur bor sebagai bagian dari sarpras ini juga akan sangat membawa dampak buruk bagi matinya sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa dan tumbuhan yang menghuni kawasan Loh Buaya dan sekitarnya," ucap Aloysius.
Baca juga: Percantik Pulau Rinca, Pemerintah Kucurkan Rp 69,96 Miliar
Pembangunan tersebut juga berpotensi menghancurkan desain besar industri pariwisata dan merugikan para pelaku wisata dan masyarakat Manggarai Barat.
"Pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional akan rusak," tutur dia.
Kelima, Formapp Manggarai Barat menolak karena pembangunan sarana dan prasarana ini hanya untuk melayani kepentingan investor yang hendak berinvestasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
Bersamaan dengan penolakan ini, Formapp Manggarai Barat juga menolak penghancuran ruang hidup Komodo oleh invasi bisnis pariwisata yang dilakukan oleh PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo di Pulau Tatawa, PT Flobamor di Pulau Komodo dan Padar, serta alih fungsi Pulau Muang dan Bero.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.