JAKARTA, KOMPAS.com - Klaster ketenagakerjaan menjadi perhatian utama publik dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah pada 5 Oktober 2020.
Survei Litbang Kompas terkini menyatakan, hampir separuh responden yaitu 48,5 persen menaruh perhatian pada bidang ini. Disusul klaster pendidikan 14,3 persen, lingkungan hidup 10,1 persen, dan investasi 4,7 persen.
Soal substansi klater ketenagakerjaan, ada beberapa hal yang disoroti pekerja, seperti waktu kerja, durasi kontrak, hingga upah. Beragam aturan terkait hal ini ditanggapi beragam oleh responden.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: 59,7 Persen Responden Anggap Pembahasan UU Cipta Kerja Tak Demokratis
Sebagian responden sepakat dengan beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan, sebagian lagi lebih memilih aturan di draf RUU Cipta Kerja.
Secara umum, mayoritas responden setuju dengan ketentuan ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Tentu saja dengan catatan bahwa selama ini publik belum mengetahui isi UU Cipta Kerja yang saat ini menunggu ditandatangani Presiden.
Sebab, selama ini belum ada draf resmi UU Cipta Kerja, sejak masih berbentuk RUU hingga disahkan, yang dapat diakses di situs resmi DPR atau pemerintah.
Baca juga: Naskah UU Cipta Kerja yang Kembali Berubah di Tangan Istana...
Berikut ini pilihan responden terhadap sejumlah aturan dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.
Uang pesangon
Dalam UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja dengan masa kerja 24 tahun berhak meraih hingga 32 kali upah jika mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketentuan ini diubah di UU Cipta Kerja. Bagi pekerja dengan masa kerja 24 tahun, uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan sebanyak 19 kali upah.
Selain itu, juga terdapat jaminan kehilangan pekerjaan maksimal 6 kali upah yang ditanggung pemerintah. Secara total, uang yang diperoleh pekerja terkena PHK 25 kali upah.
Baca juga: Mahfud Bantah UU Cipta Kerja Hilangkan Pesangon PHK, Faktanya?
55,4 persen setuju dengan UU Cipta Kerja
29,8 persen memilih aturan UU Ketenagakerjaan
14,8 persen tidak tahu