JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Dompu dan Lampung Selatan yang meloloskan mantan narapidana kasus korupsi dalam Pilkada 2020.
Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyatakan paslon di dua daerah tersebut tidak memenuhi syarat (TMS) karena belum memenuhi masa jeda pidana.
“Permasalahannya putusan KPU yang membatalkan pencalonan mereka dibatalkan oleh Bawaslu sehingga mereka bisa kembali mencalonkan diri dalam kontestasi pilkada di daerahnya masing-masing,” kata peneliti ICW Egi Primayogha dalam diskusi daring, Minggu (25/10/2020).
Sebagaimana bunyi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 56/PUU-XVII/2019, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.
Baca juga: Menang Gugatan di Bawaslu, Syaifurrahman–Ika Rizky Veryani Ditetapkan sebagai Peserta Pilkada Dompu
Pasangan yang dimaksud, yakni calon bupati dan wakil bupati Dompu, Syaifurrahman-Ika Rizky Veryani, serta calon bupati dan wakil bupati Lampung Selatan, Hipni-Melin Haryani Wijaya.
Peserta yang berstatus mantan terpidana dan belum melewati masa jeda pidana, yakni Syaifurrahman dan Melin.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadil Ramadhanil, menilai putusan Bawaslu tersebut menunjukkan inkonsistensi dalam menjalankan putusan MK terkait masa tunggu pidana.
Fadil mencontohkan, pertimbangan Bawaslu Dompu dalam putusannya yang menyebut bahwa masa tunggu dimulai ketika terpidana keluar dari lapas.
Padahal, katanya, tak semua terpidana yang keluar dari lapas otomatis berstatus mantan terpidana.
Menurut Fadil, mantan terpidana adalah orang yang telah menjalani hukuman sesuai putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Orang yang berstatus mantan terpidana itu adalah orang yang sudah betul-betul selesai menjalani hukuman pidana berdasarkan putusan pengadilan yang kekuatan hukum tetap dan tidak lagi memiliki kewajiban hukum yang berkaitan dengan status pidananya karena kesalahan yang dia lakukan,” ucap Fadil dalam kesempatan yang sama.
Dengan adanya putusan Bawaslu tersebut, Fadil menilai, memunculkan ketidakpastian hukum dalam tahapan Pilkada.
Untuk itu, ia meminta Bawaslu di tingkat pusat untuk mengoreksi putusan di dua daerah tersebut.
“Ada ruang yang sangat baik bagi Bawaslu RI setelah melakukan telaah terhadap putusan-putusan Bawaslu kabupaten/kota yang tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga perlu untuk diluruskan dan mengkoreksi putusan ini,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.