"Dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif atau typo, dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam rapat panja Baleg DPR," kata dia.
Dini pun memastikan naskah 1.187 halaman itu adalah naskah yang benar-benar final. Ia menegaskan tak akan ada perubahan lagi karena proses pengecekan di Setneg sudah selesai dilakukan. Menurut dia, naskah itu dalam proses ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Kembali Berubah, Buruh Tuntut Presiden Segera Rilis Perppu
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas menyatakan, penghapusan pasal di dalam UU yang telah disahkan adalah hal yang tidak dibenarkan.
Feri menegaskan, UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jelas mengatur bahwa perubahan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan.
“Menghapus pasal (setelah UU disahkan di rapat paripurna) tidak boleh. Ini sudah sangat telanjang kesalahan formalnya. Ini memalukan,” tegas Feri.
Feri juga menilai alasan Istana yang melakukan penghapusan pasal itu sesuai kesepakatan rapat panitia kerja tidak masuk akal. Ia menegaskan, harusnya semua kesepakatan di tingkat panja itu sudah dimasukkan seluruhnya ke naskah UU Cipta Kerja yang dibawa ke rapat paripurna pengesahan.
Dengan begitu, pasca rapat paripurna, tak ada lagi perubahan substansi dalam naskah yang telah disetujui bersama.
"Ketika DPR menyerahkan draf ke pemerintah, maka dianggap draf itulah yang disetujui bersama. Ternyata sampai ke Presiden diubah lagi. Nah, ini yang tidak benar," kata dia.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menilai, perubahan format, jumlah halaman, serta substansi pada naskah UU Cipta Kerja terbaru menunjukkan semrawutnya proses legislasi di dalam penyusunan UU itu.
Menurut dia, wibawa Presiden akan jatuh bila Jokowi tetap menandatangani UU tersebut.
"Kalau presiden tidak mau tercatat sebagai presiden yang mengesahkan UU siluman, lebih baik membatalkan UU Cipta kerja ini," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.