Namun, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai Istana telah melanggar aturan dengan menghapus pasal di naskah final UU Cipta Kerja.
Feri mengacu pada pasal 72 dalam UU 15/2019.
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Berubah Jadi 1.187 Halaman, Ada Penghapusan Pasal
Di sana disebutkan, DPR mempunyai waktu tujuh hari untuk menyerahkan RUU yang telah disetujui bersama ke Presiden.
Waktu tujuh hari tersebut adalah untuk mempersiapkan hal teknis penulisan RUU ke lembaran resmi.
Artinya, kata Feri, perbaikan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan.
Namun, ia menyesalkan Istana justru melakukan perubahan substansi berupa penghapusan pasal. Sebelumya, perubahan substansi juga terjadi saat UU itu masih berada di DPR.
"Jadi ini semakin menambah rentetan permasalahan formalitas. UU ini cacat secara formil," kata Feri.
Baca juga: Istana: UU Cipta Kerja Bisa Diakses Publik Setelah Diteken Jokowi
Feri juga menilai alasan Istana yang melakukan penghapusan pasal itu sesuai kesepakatan rapat panitia kerja tidak masuk akal. I
a menegaskan, harusnya semua kesepakatan di tingkat panja itu sudah dimasukkan seluruhnya ke naskah UU Cipta Kerja yang dibawa ke rapat paripurna pengesahan.
Dengan begitu, pasca rapat paripurna, tak ada lagi perubahan substansi dalam naskah yang telah disetujui bersama.
"Ketika DPR menyerahkan draf ke pemerintah, maka dianggap draf itu lah yang disetujui bersama. Ternyata sampai ke Presiden diubah lagi. Nah ini yang tidak benar," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.