Dari hasil penelusuran, diketahui terdapat perubahan di dalam substansi pasal yang terdapat pada naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman dibandingkan naskah yang diserahkan DPR kepada Presiden setebal 812 halaman.
Di dalam naskah setebal 1.187 halaman, ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dihapus. Padahal, pasal tersebut sebelumnya tercantum di dalam naskah setebal 812 halaman.
Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas membenarkan adanya penghapusan pasal itu. Menurut dia, sejak awal sudah ada kesepakatan di dalam rapat panitia kerja untuk menghapus pasal itu.
Baca juga: Jumlah Halaman Naskah UU Cipta Kerja Berubah Lagi, Serikat Buruh: Sudah Semrawut
“Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharunya memang dihapus,” kata dia.
Supratman menjelaskan, substansi pasal itu berkaitan dengan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Menurut dia, pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambah satu ayat.
Namun, usulan tersebut tidak disepakati.
Dini pun turut mengamini pernyataan Supratman. Menurut dia, pasal itu dihapus sesuai dengan kesepakatan panitia kerja antara pemerintah dan DPR.
“Intinya, Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” kata Dini saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).
Baca juga: Istana: UU Cipta Kerja Bisa Diakses Publik Setelah Diteken Jokowi
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menilai, perubahan format dan jumlah halaman pada naskah UU Cipta Kerja yang baru menunjukan semrawutnya proses legislasi di dalam penyusunan UU itu.
Wibawa Presiden, imbuh dia, akan jatuh bila Jokowi tetap menandatangani UU tersebut.
Ia pun menduga, isi di dalam UU tersebut juga sudah mengalami perubahan.
“Ada Pasal 46 tentang Migas yang tiba-tiba hilang. Itu sangat wajar. Saya yakin tidak hanya Pasal 46 mungkin ada banyak pasal dihilangkan atau mungkin ada tambahan baru,” ucapnya.
Sementara itu, Feri menyatakan, penghapusan pasal di dalam UU yang telah disahkan adalah hal yang tidak dibenarkan.
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja 1.187 Halaman Sudah Final, Tinggal Diteken Jokowi
Feri menegaskan, UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jelas mengatur bahwa perubahan UU setelah pengesahan pada rapat paripurna hanya boleh dilakukan sebatas memperbaiki kesalahan pengetikan.
“Menghapus pasa (setelah UU disahkan di rapat paripurna) tidak boleh. Ini sudah sangat telanjang kesalahan formalnya. Ini memalukan,” tegas Feri, Jumat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.