JAKARTA, KOMPAS.com – Naskah Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diserahkan DPR kepada Presiden Joko Widodo terus mengalami perubahan. Tak hanya jumlah halaman yang bertambah, pasal di dalam UU yang telah disahkan sejak 5 Oktober itu juga diduga turut mengalami perubahan.
Berdasarkan naskah terbaru yang beredar, ada 1.187 halaman yang terdapat di dalam UU tersebut. Naskah itu diperoleh dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyidin Junaidi, yang sebelumnya dibagikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
“MUI dan Muhammadiyah sama-sama terima yang tebalnya 1.187 halaman. Soft copy dan hard copy dari Mensesneg,” kata Muhyidin kepada Kompas.com, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Kembali Berubah, Buruh Tuntut Presiden Segera Rilis Perppu
Padahal, bila merujuk pernyataan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebelumnya pada 13 Oktober, naskah UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR ke Presiden memiliki ketebalan 812 halaman. Terdiri atas 488 halaman isi rancangan undang-undang dan sisanya merupakan halaman penjelasan.
Naskah tersebut merupakan draf final setelah sebelumnya sempat beredar draf lain setebal 1.035 halaman. Diterangkan, penyusutan halaman terjadi akibat perubahan format penyimpanan dari format A4 menjadi Legal Paper.
Pratikno pun angkat suara soal perbedaan halaman antara naskah yang diserahkan DPR kepada Presiden, dengan naskah yang diserahkan Istana kepada MUI dan Muhammadiyah.
Ia memastikan bahwa substansi keduanya sama. Meski memiliki jumlah halaman yang berbeda.
Perbedaan halaman yang cukup signifikan, sebut Pratikno, terjadi karena adanya perbedaan format yang digunakan.
“Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden,” ucapnya dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Buruh Sebut Penghapusan Pasal Menunjukkan UU Cipta Kerja Belum Final
Menurut dia, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dulu oleh Kemensetneg agar siap diundangkan.
Sementara itu, ahli hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, tidak masuk akal bila perubahan format seperti font dan margin tulisan yang dilakukan, dapat mengakibatkan perubahan halaman yang cukup signifikan.
Ia pun mencurigai bahwa terdapat perubahan substansi di dalam UU yang dinilai memuat pasal-pasal kontroversial oleh sebagian kalangan itu.
Feri menambahkan, pemerintah tidak berhak untuk mengotak-atik draf yang telah disetujui DPR dan diserahkan ke pemerintah. Oleh karena itu, ia mendesak agar Presiden dapat membuka kepada publik naskah yang telah diterima.
Baca juga: Satu Pasal di Naskah UU Cipta Kerja Dihapus, Pakar Hukum: Memalukan
“Hanya sekedar ditandatangani Presiden, Presiden tidak berhak memeriksa substansi karena sudah disetujui bersama. Kalau terjadi perubahan-perubahan lain, itu mengingkari persetujuan bersama,” kata Feri saat dihubungi.
Ihwal desakan agar Presiden membuka draf, Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono mengatakan, UU Cipta Kerja akan dipublikasikan melalui saluran resmi pemerintah dan dapat diakses publik setelah ditandatangani Presiden Jokowi.