JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menjelaskan soal penghapusan ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi dalam draf UU Cipta Kerja terbaru setebal 1.187 halaman.
Willy mengatakan, pasal tersebut memang semestinya dihapus sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panitia kerja (Panja) sebelumnya.
"Sesuai teknis perancangan karena tidak ada perubahan, maka tidak ditulis lagi dalam RUU Cipta Kerja atau harus dikeluarkan," ujar Willy saat dihubungi wartawan, Jumat (23/10/2020).
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Berubah Jadi 1.187 Halaman, Ada Penghapusan Pasal
Hal senada diungkapkan Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas. Menurut Supratman, ketentuan pengubahan Pasal 46 tersebut itu telah diklarifikasi Sekretariat Negara (Setneg) ke Baleg. Sebab, memang tidak ada kesepakatan untuk mengubah Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
"Kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus," kata Supratman.
Supratman menjelaskan, Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.
Dia mengatakan pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambahkan satu ayat, tetapi tidak disetujui.
Namun, Pasal 46 masih tercantum dalam naskah setebal 812 halaman yang dikirim DPR ke Setneg. Ketentuan pengubahan pasal itu sebelumnya tercantum dalam Pasal 40 angka 7.
Baca juga: Banyak Penolakan, Pemerintah Diminta Tunda Pemberlakuan UU Cipta Kerja
Supratman pun telah mengonsultasikan soal temuan Setneg itu kepada para kolega di Baleg. Ia memastikan pasal tersebut seharusnya tidak ada.
"Ternyata masih tercantum ayat (1) sampai (4). Karena tidak ada perubahan, oleh Setneg itu mengklarifikasi ke Baleg. Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar seharusnya tidak ada," ucap Supratkan.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, substansi draf UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman sama dengan yang diserahkan DPR RI kepada Presiden Joko Widodo. Ia memastikan, tidak ada perubahan naskah UU Cipta Kerja.
"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Istana: Substansi Naskah UU Cipta Kerja 1.187 Halaman Sama dengan yang Diserahkan DPR
Ia mengatakan, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.
Setiap detail perbaikan teknis yang dilakukan, misalnya kesalahan penulisan dan lain-lain dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Badan Legislasi (Baleg).
Adapun, tentang perbedaan jumlah halaman, Pratikno menilai, tak bisa digunakan untuk mengukur kesamaan dokumen. Kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman, hasilnya bisa tidak valid.
Baca juga: Jangka Waktu Pembahasan Aturan Turunan UU Cipta Kerja Dinilai Tak Realistis
"Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," tutur Pratikno.
"Setiap naskah UU yang akan ditandatanganin Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.