Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dakwaan Nurhadi dan Menantu: Terima Suap Rp 45,7 Miliar, Gratifikasi Rp 37,2 Miliar

Kompas.com - 23/10/2020, 07:21 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp 83 miliar.

Jika dirinci, suap yang diterima Nurhadi dan Rezky sebesar Rp 45.726.955.000 sedangkan gratifikasi yang diterima mereka sebesar Rp 37.287.000.000.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020).

Baca juga: Eks Sekretaris MA Nurhadi dan Menantu Didakwa Terima Suap Rp 45,7 Miliar

JPU KPK mengungkapkan, suap Rp 45,7 miliar itu diperoleh dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto.

Suap diberikan untuk mengurus perkara antara PT MIT dan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan seluas 26.800 meter persegi di wilayah KBN Marunda

Ketika itu, PT MIT menggugat PT KBN ke PN Jakarta Utara terkait pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa menyewa tersebut.

PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan PT MIT tersebut dan menyatakan perjanjian sewa menyewa tetap sah dan mengikat serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi sebesar Rp 81.778.334.544.

PT KBN yang tak menerima putusan itu lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah banding mereka ditolak.

Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan Menantu Didakwa Terima Gratifikasi Rp 37,2 Miliar

Pada tingkat kasasi, MA menyatakan pemutusan perjanjian sewa menyewa tersebut sah serta menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp 6.805.741.317 ke PT KBN.

Setelah putusan MA itu keluar, PT KBN memohon kepada PN Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Mengetahui waktu eksekusi sudah dekat, Hiendra meminta bantuan kakaknya, Hengky Soenjoto, untuk dikenalkan kepada Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi.

Pada Juli 2014, Hiendra dan Hengky bertemu dengan Rahmat yang berprofesi sebagai advokat di sebuah kafe di kawasan Kemang dan meminta Rahmat mengajukan peninjauan kembali (PK) dan mengurus penangguhan eksekusi.

Hiendra pun memberikan uang Rp 300 juta dan cek atas nama PT MIT sejumlah Rp 5 miliar kepada Rahmat yang bisa dicairkan setelah permohonan PK PT MIT telah didaftarkan.

Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mengajukan PK ke MA melalui PN Jakarta Utara dan mengajukan pemohonan penangguhan eksekusi atas putusan kasasi MA.

Baca juga: Jaksa Ungkap Suap Rp 45,7 Miliar kepada Nurhadi untuk Beli Tas Mewah hingga Lahan Sawit

Namun, beberapa hari kemudian Hiendra menyampaikan bahwa kuasa Rahmat telah dicabut sehingga Rahmat dilarang mencairkan cek senilai Rp 5 miliar di atas dengan alasan Hiendra telah menunjuk advokat lain untuk mengurus perkara itu.

"Pada kenyataannya, Hiendra meminta Terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan Terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut," kata JPU KPK.

Hiendra kemudian mengajukan gugatan kedua kepada PT KBN di PN Jakarta Utara untuk dapat melakukan penundaan eksekusi putusan MA.

Nurhadi dan Rezky lalu mengupayakan penundaan eksekusi tersebut hingga akhirnya Ketua PN Jakut mengeluarkan penetapan menangguhkan isi putusan kasasi MA sampai dengan adanya putusan PK dan gugatan baru Hiendra diputus oleh PN Jakut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com