Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Cipta Kerja Kembali Digugat ke MK, Pemohon 3 Warga Papua

Kompas.com - 22/10/2020, 20:31 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan terhadap Undang-undang Cipta Kerja bertambah lagi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kali ini, gugatan dimohonkan oleh 3 orang warga Papua bernama Zakarias Horota, Agustinus R Kambuaya, dan Elias Patege.

Ketiga pemohon berpandangan, berlakunya UU Cipta Kerja telah merenggut hak mereka sebagai warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Sebab, UU ini mengurangi partisipasi publik dalam proses penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Baca juga: KSPI Akan Ajukan Pengujian UU Cipta Kerja ke MK dan Gelar Aksi selama Sidang

"Undang-undang a quo telah mereduksi partisipasi para pemohon untuk turut serta dalam proses penyusunan Amdal," tulis pemohon dalam dokumen permohonan yang diunggah di laman resmi MK RI, sebagaimana dikutip Kompas.com pada Kamis (22/10/2020).

Melalui UU Cipta Kerja, penyusunan dokuken Amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak pada lingkungan hidup.

Padahal, semula, dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur, Amdal disusun tidak hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak, tetapi juga pemerhati lingkungan hidup dan yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.

Baca juga: Jokowi Sebut Amdal Tak Dihapus dalam UU Cipta Kerja, Ini Faktanya

Menurut pemohon, UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan yang menyebutkan bahwa masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal.

"Maka dari itu keberlakuan undang-undang a quo yang mereduksi partisipasi masyarakat berimplikasi pada hilangnya kesempatan masyarakat untuk menyuarakan dan mendapatkan perlindungan hak-hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945," kata pemohon.

UU Cipta Kerja juga dinilai mengkomersialisasikan pendidikan. Hal ini dilihat dari bunyi Pasal 65 Ayat (1) yang menyebut bahwa perizinan usaha tidak berlaku pada sektor pendidikan kecuali lembaga pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus.

Ketentuan tersebut dinilai mendiskriminasi kawasan ekonomi khusus sehingga di kawasan tersebut pendidikan harus memiliki izin usaha.

Baca juga: KASBI Tak Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja di MK, Alasannya?

Menurut pemohon, hal ini bisa diartikan komersialisasi pendidikan.

"Keberlakuan undang-undang a quo yang mengkomersialisasikan pendidikan berdampak yaitu diskriminasi kesempatan menikmati pendidikan secara merata dan mencederai hak setiap warga negara untuk mendapat pendidikan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945," terang pemohon.

Selain secara materil, para pemohon menggugat UU Cipta Kerja juga dari segi formil.

Pemohon berpandangan, pembentukan UU tersebut melanggar Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR.

Baca juga: LP Maarif NU Tunggu Draf Final UU Cipta Kerja Sebelum Putuskan Gugat ke MK

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com