Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/10/2020, 17:39 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, para calon kepala daerah salah alamat bila motivasi dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah untuk mencari pendapatan yang lebih besar.

"Kalau masih berpikir nanti kalau menjabat untuk mencari pendapatan atau penghasilan yang lebih besar, ya rasa-rasanya salah alamat bapak ibu sekalian, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah," kata Alex dalam acara Webinar Pembekalan Cakada Provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan dan Banten yang disiarkan akun Youtube Kanal KPK, Kamis (22/10/2020).

Alex menuturkan, pernah ada kepala daerah yang kecewa saat mengetahui gajinya sebagai kepala daerah tidak memenuhi ekspektasi.

Baca juga: Jokowi Minta Kepala Daerah Tak Sebar Sentimen Negatif tentang Perekonomian Nasional

Apalagi, para calon kepala daerah telah menghabiskan uang yang tidak sedikit selama proses Pilkada 2020.

Survei KPK menunjukkan, setiap pasangan calon membutuhkan biaya Rp 5-10 miliar untuk mengikuti Pilkada, bahkan ada yang sampai Rp 65 miliar.

"Kadang-kadang enggak mengerti ya, berapa sih hak keuangan kepala daerah itu. Ada kepala daerah itu yang telah terpilih marah-marah, dia sambil tunjukin struk gajinya itu, 'kalau seperti ini besar gajinya kmrn saya enggak ikut saja'," kata Alex.

Oleh sebab itu, Alex berharap para motivasi para calon kepala daerah mengikuti kontestasi Pilkada adalah untuk kebutuhan aktualisasi diri dalam melayani masyarakat.

"Kami betul-betul berharap kalau toh biaya yang dikeluarkan itu besar ya itu setidak-tidaknya memang itu niatan dari Bapak Ibu sekalian untuk mengabdi kepada masyarakat, sudah tidak ada lagi urusannya dengan urusan dapur ya," kata Alex.

Baca juga: Ketua KPK Sebut Biaya Politik Calon Kepala Daerah Capai Rp 65 Miliar

Ia juga mengingatkan para calon kepala daerah untuk tidak melakukan korupsi ketika sudah terpilih kelak.

Alex mengatakan, kepala daerah yang awalnya dielu-elukan masyarakat nasibnya dapat berubah 180 derajat saat terjerat kasus hukum.

"Kami di KPK kadang-kadang ya bingung dan heran, ketika Pilkada suaranya 60-70 persen. Tetapi baru beberapa bulan atau hitungan tahun menjabat ketika terkena masalah hukum, masyarakat yang milih itu yang bersorak senang, ini kan ironis," kata Alex.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com