JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar otonomi daerah dari Universitas Indonesia Irfan Maksum mengatakan, lahirnya Undang-undang omnibus law ialah akibat dari banyaknya urusan birokrasi otonomi yang keliru.
Menurutnya, masih banyak orang di Indonesia yang keliru soal pembagian urusan dalam hal otonomi.
“Semua orang kalau ngomong birokrasi daerah otonom dianggap bawahan langsung Kementerian/Lembaga, padahal birokrasi daerah otonom itu bosnya (adalah) Kepala Daerah,” ujar Irfan Maksum dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Omnibus Law Terhadap Otonomi Daerah dan Berbagai Aspek Lainya’, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Setahun Jokowi dan Pidatonya soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Irfan mencontohkan, kekeliruan yang terjadi di bidang pendidikan.
Menurutnya, keliru jika seorang menteri pendidikan menugasi dinas-dinas di daerah terkait persoalan pendidikan. Sebab, yang berhak menugasi adalah gubernur.
Maka seharusnya kementerian/lembaga untuk mengatasi persoalan di daerah seharusnya menugasi lewat gubernur.
“Jadi hati-hati, jangan sampai langsung nyuruh dinas, menteri pendidikan, Mas menteri ngomong ke kepala dinas-kepala dinas itu salah, harusnya ngomong melalui gubernur atau kepala daerah di tempatnya,” ujar Irfan Maksum.
Baca juga: Mengapa UU Cipta Kerja Disebut Omnibus Law?
Hal itu terjadi, menurut Irfan, akibat pembagian tugas yang juga dinilai masih keliru.
Ia mengatakan, Kementerian Pendidikan harusnya mengurusi pendidikan tinggi bukan pendidikan dasar atau menengah.
“Mas menteri itu ngurusinya adalah perguruan tinggi, Mas menteri pendidikan itu, enggak ngurusin SD, SMP, SMA, itu udah (urusan) Gubernur,” kata Irfan.
“Jadi ini juga kekacauan kalau proses pendidikan dasar dan menengah larinya ke Mas menteri juga, ini ada kekeliruan,” ujar dia.
Selain itu, Irfan menyebut, masih banyak juga orang yang menganggap ‘haram’ orang dari pusat ditempatkan di daerah untuk urusan pemerintahan.
Baca juga: Omnibus Law dan Pancasila
Hal itu, menyebabkan urusan pemerintah pusat di daerah jadi terbengkalai.
Ia mencontohkan, Indonesia memiliki universitas dari Aceh sampai Papua, jika tidak ada orang pusat di daerah maka orang universitas dalam menyelesaikan urusan harus pergi ke Jakarta.
“Orang universitas suruh ke Jakarta ngurus apa-apa, padahal harusnya didekatkan atau dilayani orang pusat ke daerah,” ujar dia.
“Ini yang menyebabkan dilakukan resenteralisasi banyak urusan pemerintahan melalui UU omnibus law,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.