Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan Menantu Didakwa Terima Gratifikasi Rp 37,2 Miliar

Kompas.com - 22/10/2020, 12:47 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 37,2 miliar dari sejumlah pihak.

Dakwaan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 37.287.000.000," dikutip dari surat dakwaan JPU KPK.

Baca juga: Periksa Ipar Eks Sekretaris MA Nurhadi, KPK Konfirmasi soal Pengurusan Perkara

JPU mengungkapkan, gratifikasi itu diterima dari para pihiak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Uang tersebut diterima secara bertahap sejak 2014 sampai dengan 2017 melalui rekening Rezky Herbiyono, Calvin Pratama, Soepriyo Waskito Adi, Yoga Dwi Hartiar, dan Rahmat Santoso.

Gratifikasi itu tidak dilaporkan oleh Nurhadi dan Rezky dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.

"Perbuatan Terdakwa I (Nurhadi) melalui Terdakwa II (Rezky) menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 37.287.000.000 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya sebagai Sekretaris di Mahkamah Agung RI," kata JPU KPK.

Baca juga: KPK Rampungkan Penyidikan Kasus Nurhadi dan Menantunya

Dalam surat dakwaan, JPU mengungkap lima sumber gratifikasi yang diterima Nurhadi dan Rezky.

Pertama, penerimaan dari Handoko Sutjitro pada 2014 senilai total Rp 1,8 miliar dalam rangka pengurusan perkara Nomor 264/Pdt.P/2015/PN.SBY dan perkara tersebut dimenangkan oleh Handoko.

Kedua, penerimaan dari Renny Susetyo Wardhani tahun 2015 senilai total Rp 2,7 miliar dalam rangka pengurusan perkara Peninjauan Kembali No 368PK/Pdt/2015.

Ketiga, penerimaan dari Donny Gunawan selaku Direktur PT Multi Bangun Sarana pada tahun 2015 senilai total Rp 6,5 miliar dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 100/Pdt.G/2014/PN.SBY, perkara di Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 723/Pdt./2014/PT.Sby, serta perkara di Mahkamah Agung Nomor 3220 K/PDT/2015.

Baca juga: MA Didesak Bentuk Tim Investigasi Usut Keterlibatan Oknum Internal dalam Kasus Nurhadi

Keempat, penerimaan dari Freddy Setiawan pada 2015-2017 senilai total Rp 23,5 miliar dalam rangka pengurusan perkara Peninjauan Kembali Nomor 23 PK/Pdt/2016.

Kelima, penerimaan dari Riadi Waluyo pada 20 April 2016 senilai Rp 1,687 miliar dalam rangka pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 710/Pdt.G/2015/PN.Dps.

Selain didakwa menerima gratifikasi, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000 dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.

Atas perbuatannya itu, Nurhadi dan Rezky didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com