Oleh karenanya, kata Arteria, sah-sah saja pembahasan RUU Minerba dilakukan di luar gedung DPR. Hal ini diklaim demi memaksimalkan tugas dan fungsi legislasi anggota DPR dalam pembuatan undang-undang.
"Apalagi RUU Minerba merupakan undang-undang dengan status carry over yang masuk dalam daftar prioritas yang harus diselesaikan pada masa keanggotaan DPR masa bakti 2019-2024," ucapnya.
Baca juga: Dinilai Rugikan Pemprov Babel, Erzaldi Rosman Minta UU Minerba Dikaji Lagi
Arteria pun mengaku, pihaknya bersama pemerintah berupaya untuk taat hukum dan menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Pemerintah dan DPR pada prinsipnya sepakat untuk selalu taat hukum, taat asas, dan tunduk pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata dia.
DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ( UU Minerba) pada pertengahan Mei 2020.
Rencana pengesahan RUU itu sempat mendapat protes keras dari masyarakat, yang salah satunya disampaikan melalui aksi demonstrasi di Gedung DPR/MPR RI akhir September 2019.
Sejak UU revisi tersebut disahkan, setidaknya ada 4 permohonan pengujian UU tersebut yang telah diajukan ke MK. Salah satu gugatan dimohonkan oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Ketua PPUU DPD RI Alirman Sori, anggota DPD Tamsil Linrung.
Kemudian, Hamdan Zoelva dari Perkumpulan Serikat Islam, Marwan Batubara dari Indonesian Resources Studies (IRESS), Budi Santoso dari Indonesia Mining Watch (IMW), Ilham Rifki Nurfajar dari Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan, dan Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia M Andrean Saefudin.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan