JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengapresiasi politik anggaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam merespons dampak krisis ekonomi di bidang pendidikan.
Huda mengatakan, di tahun pertamanya memimpin Kemendikbud, Nadiem melakukan kebijakan relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kepala sekolah diberikan kelonggaran dalam penggunaan anggaran, termasuk untuk mengaji guru honorer atau membeli pulsa untuk kebutuhan PJJ.
Baca juga: Setahun Nadiem, Ketua Komisi X Minta Kemendikbud Perbaiki Komunikasi Publik
Selain itu, Kemendikbud melaksanakan program dana BOS afirmasi bagi sekolah swasta.
“Jumlah alokasi dana BOS afirmasi dan kinerja sebesar Rp3,2 triliun dengan sasaran sebanyak 56.115 sekolah di 32.321 desa/kelurahan daerah khusus,” ujar Syaiful Huda dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (21/10/2020).
Untuk Pendidikan tinggi, kata Huda, Kemendikbud juga memberikan relaksasi pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa PTN terdampak pandemi.
Mereka bisa mengajukan penundaan pembayaran, meminta keringan, hingga meminta bantuan UKT kepada rektor masing-masing.
Selain itu Kemendikbud menyiapkan anggaran Rp 1 triliun untuk 400.000 bantuan UKT mahasiswa.
“Yang tidak kalah penting adalah Kemendikbud juga mengalosikan anggaran hingga hampir Rp 7 triliun untuk bantuan pembelian pulsa internet bagi peserta didik dan tenaga pengajar mulai dari PAUD hingga Perguruan Tinggi,” ucap Huda.
“Kami menilai subsidi kuota internet ini cukup krusial dilakukan karena hampir semua aktivitas pendidikan dilakukan secara daring. Kami memberikan apresiasi atas kebijakan Kemendikbud ini,” tutur dia.
Baca juga: Setahun Nadiem Jadi Mendikbud, Ketua Komisi X: Zonasi PPDB Belum Baik
Kendati demikian, Komisi X juga memiliki catatan terkait kurang sigapnya kemendikbud dalam konteks mitigasi dampak Covid-19 di bidang Pendidikan.
Banyak ditemukan indikasi kekurangsigapan Kemendikbud dalam melakukan antisipasi.
Satu hal yang paling menjadi sorotan yakni lambannya Kemendikbud dalam merilis kurikulum adapatif saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Hal ini berimbas pada beratnya beban siswa dan orang tua siswa saat harus belajar dari rumah,” ujar Ketua Komisi X ini.
“Sebagian pengajar hanya memberikan tugas dan tugas, sehingga membuat siswa dan orang tua siswa tertekan,” kata dia.
Huda mengatakan, beratnya PJJ ini membuat satu orang siswa di Kota Tangerang mengalami kekerasan dari orangtua hingga meninggal dunia.
Baca juga: Mendikbud Nadiem soal Pengganti UN 2021: Tidak Perlu Bimbel Khusus
Bahkan, beban akademik selama PJJ ini diduga juga menjadi pemicu kasus bunuh diri seorang siswi sekolah menengah di Gowa, Sulawesi Selatan.
“Harusnya sejak dari awal diantisipasi jika social distancing saat pandemi Covid-19 dan mengharuskan siswa belajar dari rumah, harus sudah ada penyesuaian beban kurikulum,” ujar Politisi PKB ini.
“Tapi ternyata kurikulum adaptif itu baru dirilis pertengahan Agustus atau hampir enam bulan setelah kasus Covid-19 merebak,” kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.