JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menyebut, peserta Pilkada 2020 yang melakukan kampanye daring masih minim.
Sebaliknya, kegiatan tatap muka lebih banyak dipilih pasangan calon kepala daerah untuk berkampanye.
"Meskipun bahwa Peraturan KPU (Nomor) 13 sudah mendorong untuk bisa dilakukan dengan metode-metode yang sifatnya daring, dari data yang kami peroleh memang 95 persen masih pada kegiatan yang sifatnya tatap muka, yang daring sekitar baru 5 persen," kata Abhan dalam diskusi virtual, Rabu (21/20/2020).
Baca juga: KPU: Kampanye Daring Baru 4 Persen, Kegiatan Tatap Muka Masih Masif
Abhan mengatakan, hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya, kampanye daring merupakan metode baru yang diterapkan di gelaran pemilihan.
Oleh karena itu, masyarakat belum familiar dengan metode ini. Selain itu, diperlukan kesiapan publik untuk mengikuti kegiatan daring tersebut.
Menurut Abhan, pertemuan tatap muka juga lebih disukai karena melalui kegiatan tersebut, pasangan calon kepala daerah bisa bertemu langsung dengan pemilih dan menyampaikan visi, misi, serta gagasan.
"Mungkin karena inilah ruang yang memang bisa langsung berdiskusi dengan publik meskipun dibatasi dengan jumlah pemilih, jumlah peserta 50, tetapi ini masih menjadi primadona bagi paslon untuk melakukan kampanye dengan melalui tatap muka pertemuan langsung," ujar dia.
Kendati demikian, Abhan menyebut, kampanye tatap muka disesuaikan dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 disebutkan, kampanye metode ini hanya dapat diikuti 50 orang dan seluruhnya wajib mematuhi protokol kesehatan.
Jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan, Bawaslu berwenang untuk melakukan penindakan.
Baca juga: Mendagri: Ada 256 Kampanye Tatap Muka yang Tak Sesuai Protokol Kesehatan
Pertama, jika muncul kerumunan massa, Bawaslu akan memberikan surat peringatan agar kegiatan dibubarkan.
Namun, jika dalam waktu 1 jam peringatan tersebut tak diindahkan, Bawaslu terpaksa melakukan pembubaran.
Pembubaran itu dilakukan Bawaslu bersama Pokja yang terdiri dari TNI, Polri, Satgas Covid-19, KPU, Kejaksaan, dan Satpol PP.
"Kenapa kami melibatkan Pokja lembaga lain, karena kalau hanya Bawaslu sendiri tentu tidak mampu untuk bisa melakukan kegiatan membubarkan, karena apa, bajwa pertama jumlah panwas terbatas dan Bawaslu tidak punya aparat seperti aparat Polisi dan TNI," kata Abhan.
Sebelumnya diberitakan, catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selama 6-15 Oktober memperlihatkan bahwa ada 16.468 kampanye pertemuan tatap muka di 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.
Jumlah itu meningkat tajam dibandingkan pada periode 10 hari pertama yaitu sebanyak 9.189 kegiatan kampanye.
Bawaslu juga menemukan bahwa pelanggaran protokol kesehatan saat kampanye mengalami peningkatan.
Terdapat 375 pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pada kurun 6-15 Oktober 2020.
Angka pelanggaran bertambah 138 kasus bila dibandingkan dengan pengawasan pada kurun waktu sebelumnya, yaitu pada 26 September hingga 5 Oktober yang tercatat 237 kasus.
“Bawaslu menindaklanjuti pelanggaran tersebut dengan memberikan peringatan tertulis untuk pasangan calon dan/atau tim kampanye hingga pembubaran kampanye,” ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/10/2020).
Baca juga: Mendagri: Kampanye Lewat Masker Lebih Efektif dari Baliho
Adapun Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, dimulai sejak 26 September dan berakhir 5 Desember 2020.
Hari pemungutan suara Pilkada rencananya dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.