JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menilai jaksa penuntut umum (JPU) telah salah menulis nama kliennya di surat dakwaan.
Hal itu tertuang dalam eksepsi atau nota keberatan yang dibacakan dalam sidang pada Selasa (20/10/2020).
"Penuntut umum menulis nama yang bukan merupakan nama terdakwa, yakni Joko Soegiarto dan Joe Chan bin Tjandra Kusuma," kata anggota tim kuasa hukum Djoko Tjandra di PN Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Tertidur Saat Sidang, Djoko Tjandra Ditegur Hakim
Menurut kuasa hukum, nama klien mereka yang benar adalah Joko Soegiarto Tjandra.
Terkait penulisan nama tersebut, kuasa hukum juga menyoroti perihal upaya JPU menyesuaikan barang bukti dengan nama asli klien mereka.
"Bahwa nama terdakwa Joko Soegiarto alias Joe Chan sebagai bagian yang tertulis di dalam identitas surat terdakwa, tidaklah dapat disamakan atau 'alias' dengan Joko Soegiarto karena penuntut umum sepertinya hanya berupaya untuk menyesuaikan nama barang bukti tersebut dengan nama asli terdakwa Joko Soegiarto Tjandra," tutur tim kuasa hukum.
Selain kesalahan penulisan nama, terdapat enam poin keberatan lainnya yang tertuang dalam eksepsi.
Baca juga: Jamu 2 Jenderal Polisi, Ini Sosok Kajari Jaksel yang Dua Kali Tersandung Polemik Djoko Tjandra
Atas keberatan-keberatan tersebut, pihak Djoko Tjandra meminta agar surat dakwaan JPU dinyatakan batal demi hukum.
"Oleh karena itu, sudah semestinya surat dakwaan penuntut umum dinyatakan batal demi hukum," kata pihak kuasa hukum.
Menanggapi eksepsi tersebut, JPU menyatakan bakal memberi tanggapan di sidang berikutnya.
Dalam surat dakwaan, surat jalan itu diterbitkan oleh Prasetijo saat menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Prasetijo juga diduga turut berperan dalam penerbitan surat kesehatan dan surat bebas Covid-19 yang dibutuhkan dalam pelarian Djoko Tjandra.
Baca juga: 2 Tersangka Kasus Red Notice Djoko Tjandra Makan Bareng di Kejari Jaksel, Ini Tanggapan Kejagung
Surat-surat itu diduga digunakan untuk memuluskan perjalanan Djoko Tjandra ke Indonesia yang kala itu berstatus buron.
Djoko Tjandra merupakan narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Ia dijatuhi pidana penjara selama dua tahun oleh Mahkamah Agung (MA) sebelum melarikan diri.
Dengan surat-surat tersebut, Djoko Tjandra pun dapat keluar-masuk Indonesia sebanyak dua kali melalui Pontianak dalam kurun waktu 6-8 Juni 2020 dan 20-22 Juni 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.