Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Jokowi-Ma’ruf: Perkara Megakorupsi Jiwasraya dan Suntikan Modal Rp 22 Triliun

Kompas.com - 20/10/2020, 16:47 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin genap satu tahun pada Selasa (20/10/2020) sejak keduanya dilantik pada 20 Oktober 2019.

Selama kurun waktu tersebut, salah satu kasus yang menjadi perhatian publik yakni kasus korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kasus ini awalnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI atas kasus tersebut diterbitkan pada 26 Juni 2019.

Baca juga: Benny Tjokro dan Heru Hidayat Diperiksa Kejagung sebagai Saksi di Kasus Jiwasraya

Namun, Kejati DKI belum menetapkan tersangka kasus tersebut pada saat itu.

Kemudian, kasus Jiwasraya diambil alih oleh Kejaksaan Agung dan ditangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.

Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin membeberkan alasan pengambilalihan tersebut.

“Itu banyak kasusnya, ada beberapa yang dilakukan oleh (Kejati) DKI, kita tarik semua, karena wilayah tindak pidana itu seluruh Indonesia," ucap Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, 10 Desember 2019.

Tim pun dibentuk oleh Kejagung untuk mengusut kasus gagal bayar perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Korban dipanggil DPR

Beberapa hari sebelum pengambilalihan kasus oleh Kejagung itu, tepatnya pada 4 Desember 2019, Komisi VI DPR RI mengundang nasabah Jiwasraya.

Baca juga: Pengembalian Dana Nasabah Jiwasraya Ditargetkan Februari-Maret 2020

Kepada DPR, 48 nasabah yang hadir membeberkan keluhan mereka soal tunggakan pembayaran klaim yang dialami nasabah pemegang polis.

Ternyata, ada pula nasabah asing yang menjadi korban, salah satunya bernama Lee Kang Hyun.

Lee merupakan warga negara Korea Selatan yang juga menjabat sebagai VP Samsung Electronics Indonesia sekaligus Presiden Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Korea Selatan di Indonesia.

Menurut dia, ada Rp 572 miliar milik 474 warga Korsel yang terancam tidak bisa dicairkan di Jiwasraya. Total dana tersebut melalui KEB Hana Bank.

“Hana Bank jual ke orang Korea di Indonesia. Oleh karena itu orang Korea 470 orang mengikuti program ini. Terus waktu menjual produk ini ke orang Korea mereka hanya sampaikan ini asuransi BUMN jadi tidak ada masalah. Tanpa bunga, interest lebih tinggi dari pada yang lain," ujar Lee sebelum melakukan rapat audiensi dengan anggota Komisi VI DPR RI, 4 Desember 2019.

Komentar Jokowi

Atas kasus gagal bayar Jiwasraya tersebut, Presiden Joko Widodo angkat bicara.

Jokowi turut menyinggung pendahulunya. Menurut dia, masalah di Jiwasraya ini terjadi sejak era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono.

"Ini persoalan yang sudah lama sekali 10 tahun yang lalu, problem ini yang dalam tiga tahun ini kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, 18 Desember 2019. 

Baca juga: SBY: Saya Tak Pernah Dilapori Ada Krisis Serius di Jiwasraya

Jokowi menegaskan, kasus tersebut adalah masalah yang berat. Namun, ia yakin Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Keuangan mampu mengatasinya.

Jokowi juga menilai, dugaan pelanggaran hukum dalam kasus tersebut harus diselesaikan.

“Berkaitan dengan hukum ranahnya sudah masuk ke kriminal, sudah masuk ke ranah hukum alternatif penyelesaiannya," ucap Kepala Negara.

Penetapan tersangka

Setelah melalui serangkaian proses penyidikan, penyidik Kejagung akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus megakorupsi itu.

Penyidik menetapkan sekaligus lima orang sebagai tersangka yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Kemudian, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo; mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim; dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan.

Tak hanya ditetapkan sebagai tersangka, kelima tersangka juga ditahan.

“Telah dilakukan penahanan terhadap 5 orang tersangka," ucap Jampidsus yang kala itu dijabat Adi Toegarisman, di Gedung Bundar, Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, 14 Januari 2020.

Pada bulan berikutnya, penyidik kembali menetapkan satu tersangka baru, yaitu Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Baca juga: Kasus Jiwasraya, Heru Hidayat Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup

Kejagung pun telah menyita maupun memblokir sejumlah aset para tersangka dalam rangka pengembalian kerugian negara.

Menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 16,81 triliun.

Lebih lanjut, keenamnya pun sudah menjalani proses selanjutnya, yaitu persidangan sejak 3 Juni 2020.

Penyidikan belum berhenti

Meski keenam tersangka telah memasuki tahap persidangan, proses penyidikan di Kejagung terus berlanjut.

Bahkan, pada 25 Juni 2020, seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bernama Fakhri Hilmi ditetapkan sebagai tersangka kasus itu. 

Saat kejadian, ia menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014-2017.

Pada hari yang sama, penyidik menetapkan 13 perusahaan manajemen investasi sebagai tersangka.

Beberapa bulan kemudian, ada tersangka baru lagi yang ditetapkan penyidik.

Pada 12 Oktober 2020, Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa Pieter Rasiman menyandang status tersangka dan ditahan.

“Tersangka ini ditetapkan kaitannya adalah adanya hubungan atau bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan para tersangka atau terdakwa yang sudah disidangkan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (12/10/2020).

Baca juga: Enam Terdakwa Kasus Jiwasraya Diduga Alirkan Uang ke 13 Perusahaan Investasi

Hingga saat ini, penyidik masih melakukan serangkaian kegiatan penyidikan untuk kasus ini, seperti pemeriksaan para saksi.

Vonis 

Seiring berjalannya waktu, proses persidangan untuk enam tersangka sebelumnya juga sudah memasuki tahap putusan.

Tiga mantan petinggi Jiwasraya dan seorang pihak swasta telah dinyatakan bersalah melakukan korupsi oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Keempatnya, yakni Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan, dan Joko Hartono Tirto, divonis penjara seumur hidup.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Hendrisman Rahim secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan primer," kata ketua majelis hakim Susanti Arwi Wibawani di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/2020), dikutip dari Antara.

Sementara itu, Benny Tjokro dan Heru Hidayat juga dituntut hukuman penjara seumur hidup.

Baca juga: Benny Tjokro Positif Covid-19, Majelis Hakim Tunda Sidang Tuntutan

Penyelamatan Jiwasraya

Meski kasus hukum terus berjalan, hal itu tak menyelesaikan masalah gagal bayar Jiwasraya. Masih ada jutaan nasabah yang menunggu pengembalian dana mereka.

Belum lama ini, Komisi VI DPR RI dan Kementerian BUMN sepakat memberikan suntikan modal melalui skema penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 22 triliun untuk menyelamatkan Jiwasraya.

Suntikan modal tersebut akan diberikan secara bertahap dengan dua APBN, yaitu Rp 12 triliun pada 2021 dan Rp 10 triliun pada 2022.

Menurut keterangan Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima, alasan opsi itu dipilih ada kaitannya dengan kepercayaan terhadap perusahaan.

"Pemegang polis ini lebih melihat Jiwasraya adalah perusahaan negara. Jadi lebih pada kepercayaan, apalagi di sana banyak nasabah asing dan akhirnya keputusan penyelamatan pemegang polis menjadi sesuatu yang opsional," kata Aria seperti dilansir Tribunnews.com, Jumat (2/10/2020).

Baca juga: Suntikan Rp 22 Triliun untuk Jiwasraya yang Tuai Kritik...

Sementara itu, apabila opsi likuidasi dipilih, pemegang polis tradisional maupun saving plan akan merugi dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan keuangan BUMN menjadi negatif.

Langkah itu pun mendapat kritik dari sejumlah pihak, salah satunya dari Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.

Ia bahkan menilai DPR dan pemerintah telah melakukan kejahatan berjamaah karena menyelesaikan kasus JIwasraya melalui cara tidak beradab.

Menurut dia, penyuntikan dana biasanya dilakukan ke perusahan yang dalam kondisi baik, dan bukan perusahaan yang fraud seperti Jiwasraya.

Enny berpandangan, langkah penyelesaian lewat skema PMN telah menutup kasus itu sendiri.

"Jadi kalau langsung diselesaikan dengan PMN sudah, sudah hampir dipastikan kasus ini selesai. Paling nanti pengadilan mengumumkan si A, si B yang dinyatakan bersalah dan dihukum, gitu doang. Tapi, kerugian negara tidak akan pernah ditelusuri," tutur Enny kepada Kompas.com, Jumat (2/10/2020).

Baca juga: BUMN Dapat Suntikan Modal Rp 37,4 Triliun, Ini Daftarnya

Kritik juga datang dari organisasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Koordinator Komite Sosial Ekonomi KAMI Said Didu mengatakan, suntikan modal itu berasal dari uang rakyat dan sebaiknya digunakan untuk kepentingan yang mendesak seperti pandemi Covid-19.

"KAMI menolak secara tegas penggunaan uang rakyat untuk menutupi kerugian PT Jiwasraya," ujar Said dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/10/2020).

"KAMI meminta agar dana tersebut dialihkan untuk pembiayaan penanganan Covid-19 dan membantu rakyat miskin dari dampak Covid-19," kata dia.

Kritik itu pun dijawab oleh Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga.

Arya mengatakan, skema PMN itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada para nasabah.

"Kita harus bertanggung jawab terhadap nasabah. Ini menyangkut 2,6 juta nasabah. Itu 90 persen lebih nasabah adalah pensiunan. Itu guru sebagian besar. Apakah negara tidak bertanggung jawab terhadap itu?" tuturnya dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com