Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Teuku Kemal Fasya

Kepala UPT Kehumasan dan Hubungan Eksternal Universitas Malikussaleh dan Dewan Pakar PW Nadhlatul Ulama Aceh. 

Tersungkur di Tikungan Patah

Kompas.com - 19/10/2020, 05:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Demikian pula ruang partisipasi publik mengendap begitu saja. Jika pun ada rapat dengar
pendapat, upaya sinkronisasinya tidak mudah disolidkan di tengah kepentingan kaum
kapitalis yang lebih menjulur di depan redaksi naskah.

Bahkan, Bank Dunia yang awalnya ikut mendorong hadirnya omnibus law ini juga
memberikan kritikan keras ketika rancangan undang-undang itu disetujuai DPR.

Ia dianggap bisa melukai buruh dan lingkungan di Indonesia karena sikap over-atraktif kepada investor dan pengusaha. Memang sejak awal kehadiran UU Cipta Kerja diharapkan menjadi jalan recovery bagi ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19.

Namun dengan sikap tidak hati-hati, ia berpeluang memojokkan buruh, lingkungan, dan politik agraria ke dalam enigma kerusakan dan kemiskinan.

Dilema dalam pilihan

Meski demikian, seberapa buruk pun rancangan undang-undang yang disahkan di mata
pengkritik, ada aspek alam pikir pemerintah yang patut dipertimbangkan. Kalau
mendengar kembali pidato Presiden Jokowi pada pelantikannya di MPR pada 20
Oktober 2019, ia menyebutkan kata-kata “omnibus law”.

Kata-kata itu muncul setelah Jokowi menyampaikan mimpinya bahwa Indonesia pada
100 tahun kemerdekaan harus bisa lepas sebagai negara dengan jebakan pendapatan
menengah.

Baca juga: Saat Buruh Tanggapi Moeldoko yang Sebut Penolak UU Cipta Kerja Susah Diajak Bahagia

Pada saat itu datang, Indonesia adalah negara maju dengan pendapatan per kapita Rp 320 juta per tahun. Mimpi itu akan terlaksana jika beberapa hambatan pembangunan seperti problem SDM, infrastruktur, regulasi, birokratisasi, dan transformasi ekonomi diselesaikan sejak sekarang.

Pemerintah harus bertarung dalam lorong sempit untuk menghapus hambatan perundang-undangan yang saling tumpang-tindih.

Inilah dilema yang dihadapi Jokowi dalam matra pembangunan saat ini. Problem yang
disebutkan bukan ciptaannya.

Masalah itu telah berkalang, lengket di langit-langit pembangunan bangsa sejak lama dan tidak diselesaikan dengan tuntas oleh pemerintah reformasi sebelumnya. UU Cipta Kerja ini  nantinya dianggap sebagai formula saktinya.

Serikat Masyarakat Miskin Indonesia (SRMI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menolak pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Serikat Masyarakat Miskin Indonesia (SRMI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menolak pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja.

Namun di sisi lain ada tuntutan demokrasi yang juga harus diperhatikan. Pelembagaan
dan perbaikan kualitas demokrasi adalah tuntutan masa depan agar Indonesia menjadi
negara berdaulat, berkarakter, dan sejahtera.

Namun pertanyaannya, dengan kemiskinan, pengangguran, dan lemahnya infrastruktur saat ini, termasuk “kebisingan demokrasi” di ruang representatif kekuasaan, indeks kesejahteraan tak mampu terbang tinggi.

Sementara, tesis ilmuan politik Durham University, David Held (1991), menyebutkan
bahwa demokrasi sulit berkembang dengan situasi material negara terpuruk miskin.

Ia mencontohkan Amerika Serikat, Botswana, Denmark, Kostarika, Jepang, dan Jamaika
bisa disebut negara demokrasi, tapi sistem politik, budaya politik, dan lingkungan sosial-
ekonomi mereka membedakan kualitas demokrasi satu sama lain. Negara dengan
jeratan pendapatan rendah jelas sulit mengembangkan demokrasi secara substansial
(Sorensen, 2008 : 21).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com