Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP: Susah Menjelaskan soal UU Cipta Kerja, Publik Lebih Percaya Media Sosial

Kompas.com - 17/10/2020, 11:40 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, saat ini lebih banyak perbincangan negatif mengenai Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan.

Menurutnya, publik lebih percaya dengan konten yang tersebar di media sosial. Padahal, kata Irfan, banyak informasi yang dapat dikategorikan sebagai hoaks.

"Saya juga susah menjelaskan kepada publik karena kita lebih percaya dengan dunia medsos, yang beredar di media sosial," kata Irfan dalam diskusi daring bertajuk Omnibus Law dan Aspirasi Publik, Sabtu (17/10/2020).

Baca juga: Pengamat: Pemerintah Gagal Lindungi Pekerja dalam Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja

Beberapa informasi yang menurut Irfan hoaks antara lain soal ketiadaan pesangon bagi pekerja yang kena PHK hingga hak cuti.

Namun, Irfan memastikan hal-hal tersebut tidak benar dan pemerintah mengakomodasi aspirasi publik.

"Banyak informasi yang kita dapatkan di medsos tentang hal-hal yang negatif, apalagi tentang klaster ketenagakerjaan. Terkait misalnya pesangon tidak ada lagi, cuti, dan sebagainya," tutur Irfan.

"Tapi pada prinsipnya sebagaimana kami jelaskan bahwa hal-hal tersebut bisa kami klarifikasi, bahwa hal tersebut tidak benar," ucapnya.

Baca juga: Pembahasan RUU Cipta Kerja Dinilai Cacat Prosedur karena Tertutup dari Publik

Dalam kesempatan itu, ia sekaligus membantah pembentukan UU Cipta Kerja dilakukan secara tertutup.

Irfan mengatakan, seluruh proses pembahasan terbuka dan dapat diakses publik. Menurut Irfan, hal ini dikembalikan kepada publik apakah mau menyimak atau tidak.

"Saya yakini tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang ditutupi terhadap pembahasan-pembahasan dari UU Cipta Kerja. Itu tadi mungkin waktu kita saja yang tidak cukup kuat untuk mencermati secara keseluruhan proses yang ada di DPR," tutur dia.

Baca juga: Pakar Hukum: Pembentukan UU Cipta Kerja Praktik Terburuk Proses legislasi

Sementara, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, proses pembentukan omnibus law UU Cipta Kerja bertentangan dengan prosedur dan prinsip ketatanegaraan.

Salah satu indikasinya, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang yang dipercepat dari semula 8 Oktober menjadi 5 Oktober. Setelah pengesahan, draf final UU Cipta Kerja pun berubah-ubah.

Karena itu, Bivitri menilai pembentukan UU Cipta Kerja merupakan contoh praktik buruk proses legislasi.

"Ini praktik yang sangat buruk. Dalam catatan kami bahkan ini yang terburuk dalam proses legislasi selama ini, terutama pascareformasi," kata Bivitri.

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja yang Berubah-ubah...

Rancangan UU Cipta Kerja telah disetujui oleh DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).

Setelah disahkan, UU Cipta Kerja sempat dikoreksi. Bahkan berbedar draf UU Cipta Kerja dalam berbagai versi jumlah halaman.

Saat ini, draf UU Cipta Kerja yang telah selesai direvisi setebal 812 halaman sudah diserahkan ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com