JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani mempertanyakan tuduhan aparat kepolisian terhadap aktivis KAMI yang terjerat kasus di Bareskrim Polri.
Terdapat empat aktivis organisasi KAMI yang tersandung kasus dan menjadi tersangka di Bareskrim, yaitu Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Khairi Amri selaku Ketua KAMI Medan.
Para tersangka diduga mengunggah konten yang mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA atau hoaks atau hasutan sehingga menyebabkan aksi menolak UU Cipta Kerja berujung ricuh.
Baca juga: Penangkapan Petinggi KAMI Beserta Bukti-buktinya Versi Polisi...
"Pertanyaannya, apakah kalau tidak ada cuitan Syahganda di Twitter tidak akan ada demonstrasi? Tidak (akan) terjadi vandalisme? Kan ga bisa dihubungkan itu," kata Yani ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (16/10/2020).
Menurut keterangan polisi, rangkaian penangkapan tersebut terkait dugaan penghasutan serta menyebarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
Aktivis KAMI diduga melanggar Pasal 45A Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Yani menuturkan, pihaknya telah memberi pendampingan hukum terhadap Anton dan Syahganda. Sementara, pendampingan untuk dua tersangka lainnya masih menunggu kelanjutan proses administrasi.
Baca juga: Tahan Petinggi KAMI, Polri: Tak Ada Penangguhan
Selain tuduhan polisi, Yani juga mempertanyakan apakah penanganan perkara sudah sesuai prosedur.
Ia mempertanyakan apakah polisi sudah meminta keterangan ahli terkait cuitan para aktivis KAMI yang dijadikan bukti.
Kemudian, Yani juga mempertanyakan apakah sudah meminta keterangan ahli pidana hingga terkait gelar perkara.
"Sudahkah diminta pendapat ahli pidana? Ketiga, apakah sudah digelar perkara? Keempat, apakah sudah diminta keterangan sebelum dia ditangkap?" ucapnya.
Baca juga: Penjelasan Polri soal Penolakan terhadap Gatot Nurmantyo dkk Saat Ingin Jenguk Petinggi KAMI
Menurut Yani, aparat kepolisian tidak menunjukkan surat perintah penangkapan saat menciduk Jumhur.
Yani menuturkan, pihaknya juga tidak dapat berkomunikasi dan tidak bisa membesuk Jumhur.
Ia menambahkan, istri Syahganda dikatakan tidak dapat bertemu suaminya pada Kamis (15/10/2020) meskipun dalam jadwal besuk. Yani pun menyinggung pemborgolan terhadap para tersangka.
Oleh sebab itu, Yani mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan draf untuk gugatan praperadilan. Namun, kepastian pengajuan gugatan itu tergantung dari keputusan para tersangka.