JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-undang Cipta Kerja kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, sudah ada 2 gugatan masuk ke MK untuk menguji UU yang disahkan pada 5 Oktober 2020.
Kali ini, gugatan dimohonkan oleh lima orang warga, terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.
Para pemohon mengajukan gugatan uji formil lantaran pengesahan UU Cipta Kerja dinilai melanggar prosedur pembentukan perundang-undangan.
Baca juga: Dua Permohonan Pengujian UU Cipta Kerja Sudah Diajukan ke MK
"UU Cipta Kerja melanggar prosedur persetujuan dan pengesahan rancangan undang-undang sebagaimana diatur pada Pasal 20 Ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 72 Ayat (2) UU P3 (Peraturan Pembentukan Perundang-undangan)," tulis pemohon dalam berkas permohonannya yang diunggah laman resmi MK RI, sebagaimana dikutip Jumat (16/10/2020).
Pemohon menyoroti berubah-ubahnya draf UU Cipta Kerja.
Ketika UU tersebut disahkan pada 5 Oktober 2020, draf memuat 905 halaman.
Badan Legislasi DPR kemudian mengatakan bahwa draf 905 halaman itu belum final dan tengah dilakukan finalisasi. Selanjutnya, beredar draf RUU final yang memuat 1.035 halaman.
Setelah pemohon melakukan pengecekan antara RUU Cipta Kerja versi 905 halaman dengan versi 1.035 halaman, ditemukan adanya perubahan substansi.
Baca juga: LP Maarif NU Tunggu Draf Final UU Cipta Kerja Sebelum Putuskan Gugat ke MK
Perubahan itu tertuang dalam sejumlah pasal seperti Pasal 3 huruf c, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 Ayat (3) dan Ayat (5), hingga Pasal 9 Ayat (2) dan Ayat (3).
Setelahnya, pada 13 Oktober 2020, kembali terjadi perubahan, draf RUU Cipta Kerja menjadi 812 halaman.
"Bahwa perubahan draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah halaman 905 menjadi RUU Cipta Kerja dengan jumlah halaman 1.034 secara nyata dan terang benderang bukan terkait teknis penulisan, namun perubahan tersebut terkait dengan substansi materi muatan. Hal ini sudah melanggar ketentuan norma Pasal 72 Ayat (2) UU P3 beserta penjelasannya," tulis pemohon.
Dalam gugatannya, pemohon juga menyebutkan kerugian yang mungkin mereka alami atas berlakunya UU Cipta Kerja.
Baca juga: Organisasi Difabel Diminta Bersatu Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK
Sebagai seorang yang tengah mencari pekerjaan, pemohon Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir dihapusnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang semula diatur UU Ketenagakerjaan akan menghapus kesempatan warga negara untuk menjadi pekerja tetap.
Sementara, sebagai seorang pelajar SMK, pemohon Novita Widyana merasa dirugikan karena saat lulus kelak dirinya berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.