JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam keras penganiayaan oleh aparat terhadap sejumlah perempuan di NTT.
Peristiwa itu terjadi saat bentrok antara warga dan petugas di lahan sengketa di Desa Pubabu-Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Untuk itu, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya melayangkan surat protes terhadap Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.
“Kami mengecam keras kekerasan yang dilakukan oleh aparat Pemprov NTT, dan kami sudah mengirimkan surat protes secara resmi kepada gubernur NTT,” ucap Beka ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (16/10/2020).
Baca juga: Bantah Petugas Banting Seorang Ibu, Pemprov NTT Justru Laporkan Warga atas Dugaan Penganiayaan
Lewat surat itu, kata Beka, Komnas HAM meminta gubernur untuk menghentikan serta mencegah kekerasan antarkelompok masyarakat.
Komnas HAM juga meminta informasi perihal langkah pemprov untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas atas sengketa lahan tersebut.
Sebab, Komnas HAM belum menerima tanggapan dari Pemprov atas rekomendasi yang diberikan pada 3 September 2020.
Rekomendasi yang diberikan antara lain meminta pengukuran ulang dan penetapan lahan, menyediakan ruang dialog, serta memberi ruang kepada pihak gereja untuk memfasilitasi mediasi.
“Misalnya, yang pertama meminta kepada Pemprov NTT dan juga BPN untuk memfasilitasi pengukuran ulang dan penetapan lahan, mana yang lahan adat, mana yang milik negara dan mana yang milik masyarakat,” ucap dia.
Sengketa tersebut, kata Beka bermula di tahun 1980-an. Awalnya, masyarakat adat klan Nabuasa menyerahkan lahan sekitar 6.000 hektar ke Pemprov NTT untuk proyek kerja sama dengan Australia.
Dalam perjalanannya, masyarakat adat Pubabu-Besipae mengklaim klan Nabuasa tidak berhak memberikan lahan tersebut karena secara struktur adat bukan penguasa.
Masyarakat adat Pubabu-Besipae mengklaim mereka didukung ketua adat dan raja yang memiliki kekuasaan untuk memberi lahan.
Baca juga: Disorot Komnas HAM soal Sengketa Lahan, Ini Tanggapan ITDC
Singkat cerita, karena merasa sudah diberikan oleh klan Nabuasa, Pemprov NTT mengklaim tanah tersebut menjadi milik negara.
Masyarakat adat Pubabu-Besipae yang sedang memperjuangkan lahannya juga sudah menempuh jalur hukum, seperti mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun bersurat ke gubernur.
Namun, Beka mengatakan, upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil.