Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Dinasti Politik, Pakar Usul Kandidat Kepala Daerah Wajib Jadi Kader Parpol 5 Tahun

Kompas.com - 15/10/2020, 19:54 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan, perlu ada perbaikan undang-undang untuk mencegah lahirnya dinasti politik di pemilu.

Salah satu ketentuan yang perlu diatur ialah kewajiban calon kandidat kepala daerah menjadi kader partai setidaknya lima tahun dan memiliki pengalaman kerja publik.

"Paling tidak di parpol lima tahun. Tapi itu tidak cukup, tapi juga punya pengalaman kerja publik dahulu agar tahu kerja mengurus masyarakat," kata Djohermansyah dalam diskusi daring, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Riset Nagara Institute: 124 Calon Kepala Daerah pada Pilkada 2020 Terkait Dinasti Politik

Selain itu, Djohermansyah mengusulkan agar usia minimal calon bupati dan wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota serta gubernur dan wakil gubernur dinaikkan.

Menurutnya, mengurus suatu daerah perlu kepemimpinan yang matang. Dia mengatakan, syarat usia yang ditetapkan dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 sangat rendah, yaitu 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota.

"Saya mengusulkan usia dinaikkan untuk bupati/wali kota 35 tahun dan gubenur 40 tahun. Kematangan kepemiminan justru ada pada level ini," ujarnya.

Baca juga: Peneliti Ini Sebut Mayoritas Kandidat Dinasti Politik Menang di 3 Pilkada Terakhir

Berikutnya, syarat pendidikan bagi calon kepala daerah juga perlu ditingkatkan. Presiden Institut Otonomi Daerah itu mengatakan, sebaiknya syarat minimal calon kepala daerah berpendidikan S-1.

Ketentuan lainnya yang menurut Djohermansyah perlu diatur, yaitu cuti selama masa kampanye bagi pimpinan pemerintah daerah atau kepala pemerintahan atasan yang kerabatnya maju pilkada.

Misalnya, seorang bupati diwajibkan cuti di luar tanggungan negara jika istrinya maju sebagai calon kepala daerah.

Begitu pula dengan gubernur hingga presiden wajib cuti di luar tanggungan negara jika ada kerabatnya maju sebagai calon kepala daerah.

Baca juga: Litbang Kompas: 58 Persen Responden Ingin Ada Aturan Larang Dinasti Politik

Djohermansyah mengatakan, hal ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang kekuasaan.

"Termasuk itu, bagi kepala pemerintahan atasan, sekalipun presiden jika anaknya atau menantunya maju harus cuti di luar tanggungan negara," kata dia.

Ia pun mendorong agar DPR dan pemerintah segera merevisi UU yang berkaitan dengan pencalonan kepala daerah.

Djohermansyah menyebut, setidaknya tiga UU yang perlu direvisi adalah UU Pilkada, UU Partai Politik, dan UU Pemerintahan Daerah.

"Jadi ini terbatas saja, bukan revisi yang memakan waktu. Tinggal ada kemauan politik dari pemerintah dan DPR untuk merevisi, sebagaimana kita bikin UU Cipta Kerja ini," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com