Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut ICW, Pilkada Tak Langsung Bukan Solusi Mengatasi Korupsi

Kompas.com - 15/10/2020, 18:24 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menyebut, ada sejumlah persoalan yang muncul dari praktik pilkada langsung, salah satunya korupsi kepala daerah.

Namun demikian, hal itu tidak serta merta menjadikan pilkada tidak langsung sebagai solusi.

Sebab, korupsi kepala daerah tak akan hilang begitu saja hanya dengan mengubah sistem pemilihan.

"Soal pilkada langsung atau tidak langsung yang banyak menjadi perdebatan sekarang termasuk soal karena penyebabnya adalah korupsi kepala daerah, pilkada tidak langsung tidak cukup menjadi solusi," kata Almas dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Cerita Mahfud Saat Dengar SBY Menangis Diserang atas UU Pilkada Tak Langsung

Menurut Almas, untuk melihat persoalan ini, harus diketahui bahwa maraknya kasus korupsi kepala daerah tidak hanya disebabkan oleh biaya politik yang tinggi akibat jual beli suara.

Biaya politik menjadi tinggi juga akibat kebutuhan dana kampanye, hingga mahar politik yang umumnya digunakan partai politik sebagai syarat mengusung calon.

Ketika muncul wacana pilkada tak langsung, lanjut Almas, persoalan yang ada di DPRD juga harus dipertimbangkan.

Almas mengingatkan bahwa kasus korupsi masih banyak terjadi di kalangan anggota DPRD.

Catatan ICW menyebutkan, dari tahun 2010 hingga 2019, sedikitnya 586 anggota DPR dan DPD ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Bahkan, pada tahun 2018, ada 127 anggota DPR dan DPRD yang terjerat kasus korupsi.

Kasus korupsi di tingkat DPRD juga kerap kali melibatkan peran kepala daerah, misalnya dalam hal pembahasan anggaran, laporan pertanggungjawaban anggaran, perubahan anggaran, dan lainnya.

Baca juga: Pilkada Tak Langsung Dinilai Bisa Cegah Penambahan Kasus Covid-19 di Indonesia

"Jadi fenomena korupsi di daerah ini kita harus melihatnya dari kacamata yang luas, tidak hanya problem di kepala daerah tapi juga di DPRD," ujar dia.

Oleh karenanya, lanjut Almas, harus dilakukan pembenahan atas persoalan-persoalan ini. Mengubah sistem pemilihan tanpa pembenahan yang komprehensif, kata dia, hanya akan memindahkan persoalan.

"Kami yakin apabila pilkada-nya menjadi tidak langsung problemnya juga akan tetap sama, hanya melempar bandul saja," ujar Almas.

"Jadi kenapa kemudian titik keluarnya atau jalan keluarnya adalah mencabut hak publik, hak masyarakat untuk memilih langsung kepala daerahnya?" lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com