Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Ungkap Percakapan Para Tersangka di Grup WhatsApp “KAMI Medan”

Kompas.com - 15/10/2020, 18:02 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menangkap admin serta anggota grup aplikasi WhatsApp bernama “KAMI Medan” karena diduga terkait aksi menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh di Medan, Sumatera Utara.

Total empat orang yang ditangkap di Medan dalam kurun waktu 9-12 Oktober 2020, yakni KA, JG, NZ, WRP.

KA atau Khairi Amri merupakan Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut KA sebagai admin grup tersebut.

“Yang dimasukkan ke WAG ini ada foto kantor DPR RI dimasukkan di WAG, kemudian tulisannya, ‘Dijamin komplit, kantor, sarang maling dan setan’, ada di sana tulisannya,” ucap Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Polri Ungkap Alasan Tangkap dan Tahan Tiga Petinggi KAMI

Kemudian, KA, menurut polisi, juga menulis “Mengumpulkan saksi untuk melempari DPR dan melempari polisi” serta “Kalian jangan takut dan jangan mundur” di grup tersebut.

Kemudian, di grup yang sama, tersangka JG diduga menulis instruksi pembuatan skenario seperti kerusuhan Mei 1998.

“Kemudian ada juga (JG) menyampaikannya ‘Buat skenario seperti 98’, kemudian ‘Penjarahan toko China dan rumah-rumahnya’, kemudian ‘Preman diikutkan untuk menjarah’,” kata Argo.

Tersangka JG juga diduga menulis perihal bom molotov yang menurut polisi berbunyi “Batu kena satu orang, bom molotov bisa kebakar 10 orang dan bensin bisa berjajaran”.

Baca juga: Hendak Jenguk Petinggi KAMI di Tahanan Bareskrim, Gatot Nurmantyo dkk Ditolak

Aparat pun mengklaim telah menemukan bom molotov saat aksi di Medan tersebut. Bom molotov itu, katanya, diduga dilempar dan membakar sebuah mobil.

Untuk tersangka NZ, polisi menuturkan, perannya juga menulis di grup tersebut.

“Dia (NZ) menyampaikan bahwa ‘Medan cocoknya didaratin. Yakin pemerintah sendiri bakal perang sendiri sama China’,” tuturnya.

Terakhir, tersangka WRP diduga menyampaikan perihal kewajiban membawa bom molotov.

Argo menuturkan, WRP menulis “Besok wajib bawa bom molotov”.

Baca juga: Kronologi Penyekapan Polisi di Bandung Versi KAMI Jabar, Relawan: Bukan Disekap, tapi Diselamatkan

Dalam kasus tersebut, polisi menyita barang bukti berupa telepon genggam, dokumen percakapan para tersangka, serta uang Rp 500.000.

Menurut Argo, uang tersebut dikumpulkan melalui grup WhatsApp tersebut untuk logistik saat aksi.

Keempat tersangka dijerat Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU ITE dan Pasal 160 KUHP. Ancaman hukumannya 6 tahun penjara.

Saat ini, seluruh tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. Polisi menegaskan tidak akan mengabulkan penangguhan penahanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com