Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Ungkap Alasan Tangkap dan Tahan Tiga Petinggi KAMI

Kompas.com - 15/10/2020, 17:08 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi akhirnya mengungkapkan peran tiga petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang sebelumnya ditangkap terkait aksi menolak UU Cipta Kerja dan berujung ricuh.

Tersangka pertama, yakni Jumhur Hidayat (JH) diduga menyebarkan konten yang mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA lewat akun Twitter miliknya.

"Dia menulis salah satunya, ‘UU memang untuk primitif, investor dari RRC dan pengusaha rakus'. Ini ada di beberapa tweet-nya," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Jadi Tersangka, Jumhur Hidayat, Syahganda, dan Anton Permana Langsung Ditahan

Argo menuturkan, unggahan JH diduga menyebabkan aksi unjuk rasa anarkis maupun vandalisme.

JH pun disangkakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Ia terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Tersangka kedua, yakni Anton Permana (AP). Berdasarkan keterangan polisi, AP menyebarkan konten negatif lewat Facebook serta Youtube.

Baca juga: Polda Jabar Panggil Petinggi KAMI Terkait Polisi yang Disekap dan Dianiaya

Salah satu unggahan AP menyinggung multifungsi Polri yang dinilai melebihi dwifungsi ABRI. Unggahan AP lainnya ada yang terkait dengan UU Cipta Kerja.

"Juga ada ‘Disahkan UU Ciptaker, bukti negara ini telah dijajah’, kemudian juga ‘Negara sudah tidak kuasa lindungi rakyatnya’ dan ‘Negara dikuasai oleh cukong VOC gaya baru," ucap Argo.

AP dijerat Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan Pasal 14 ayat 1, ayat 2, dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUHP.

Sama seperti Jumhur, ancaman pidananya juga 10 tahun penjara.

Baca juga: Din Syamsuddin Sebut Penangkapan Syahganda Diwarnai Kejanggalan

Untuk tersangka Syahganda Nainggolan (SN), Argo menuturkan, SN diduga mengunggah foto dan disertai dengan narasi atau keterangan yang tidak sesuai.

Unggahan itu diunggah ke akun Twitter SN.

Motif SN menyebarkan konten yang tidak sesuai dengan gambarnya itu karena ingin mendukung peserta aksi.

"Salah satunya ‘Menolak omnibus law, mendukung demonstrasi buruh, turut mendoakan berlangsungnya demo buruh’," tutur Argo.

Baca juga: Perjalanan Jumhur Hidayat: Diberhentikan SBY, Dukung Jokowi, hingga Aktif di KAMI

"Dia modusnya ada foto, kemudian dikasih tulisan, dikasi keterangan yang tidak sama kejadiannya. Ini contohnya, ini kejadian di Karawang tapi gambarnya berbeda," lanjut dia.

Dalam kasus ini, SN dijerat Pasal 14 ayat 1, ayat 2, dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ancaman hukumannya 6 tahun penjara.

Saat ini, ketiganya ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri. Polisi menegaskan tidak akan mengabulkan penangguhan penahanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com