Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naskah UU Cipta Kerja yang Belum Bisa Diakses Publik dan Tuai Polemik...

Kompas.com - 15/10/2020, 09:55 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Naskah final Undang-Undang Cipta Kerja telah diserahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke Presiden Joko Widodo, Rabu (14/10/2020).

Naskah itu diantarkan langsung oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar ke kantor Menteri Sekretaris Negara Pratikno, yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Meski sudah diserahkan ke Jokowi, namun hingga Kamis (15/10/20200) pagi ini UU tersebut belum bisa diakses publik lewat saluran resmi pemerintah dan DPR.

Pantauan Kompas.com di situs resmi Sekretariat Negara, UU terakhir yang diunggah yakni UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Sudah Diserahkan ke Istana, Draf Final UU Cipta Kerja Belum Bisa Diakses Publik

Sementara di situs DPR, dalam bagan proses Prolegnas Prioritas, RUU Cipta Kerja baru terekam hingga Pembicaraan Tingkat I.

Selain itu, laman peraturan.go.id milik Kementerian Hukum dan HAM juga belum mengunggah dokumen undang-undang tersebut.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, jika ada anggota dewan yang ingin memperoleh salinan naskah final itu, maka dapat meminta kepada Sekretariat Jenderal DPR.

Menurut dia, saat ini Setjen DPR sudah tidak lagi mencetak naskah UU dalam bentuk hard copy, melainkan hanya dibagikan soft copy-nya saja. Pengiriman draf UU pun juga telah melalui mekanisme e-parlemen.

"Parlemen sudah menerapkan mekanisme e-parlemen yang kami kirim berdasarkan kepada kelompok-kelompok fraksi dan fraksi-fraksi," kata Azis di Jakarta, Selasa (13/10/2020), seperti dilansir dari Antara.


Baca juga: Akademisi: Draf UU Cipta Kerja Seharusnya Tidak Berubah Setelah Rapat Paripurna

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate menyatakan, naskah UU Cipta Kerja tidak bisa buru-buru dipublikasikan ke publik.

Setelah naskah final itu dikirim ke Setneg, maka pemerintah akan melakukan pengecekan ulang terlebih dahulu.

"Pemerintah cek lagi. Sudah sama belum dengan yang kita putuskan bersama. Masih ada enggak yang salah ketik. Setelah semua diperiksa, baru diundangkan oleh Presiden," kata Johnny kepada Kompas.com, Senin (12/10/2020).

Baca juga: Menkominfo: Naskah Final UU Cipta Kerja Dipublikasikan Setelah Jadi Lembaran Negara

 

Menurut dia, naskah itu baru dapat dipublikasikan setelah diundangkan dan tercatat sebagai lembaran negara.

"Kalau Presiden sudah undangkan dan masuk lembaran negara, lembaran negara itu yang dikasih ke publik," kata Johnny.

Adapun Menteri Sekretaris Negara Pratikno tidak menjawab pesan singkat yang dikirim wartawan terkait kapan naskah final UU Cipta Kerja itu bisa diakses publik.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) menyapa anggota DPR setelah memberikan berkas  pendapat akhir pemerintah kepada Pimpinan DPR saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) menyapa anggota DPR setelah memberikan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Pimpinan DPR saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.

Hoaks dan draf yang berbeda-beda

Segera tersedianya naskah UU Cipta Kerja yang bisa diakses secara resmi oleh publik ini menjadi penting. Sebab, Presiden Joko Widodo sebelumnya menuding aksi unjuk rasa menolak UU tersebut dilatarbelakangi oleh hoaks dan disinformasi yang beredar di media sosial.

Namun pada saat yang bersamaan, publik tidak diberi akses kepada draf resmi yang disahkan di rapat paripurna 5 Oktober lalu.

Hal ini pun disorot oleh Wahana Lingkungan Hidup, salah satu LSM yang menolak UU Cipta Kerja.

"Kalau Presiden bilang itu hoaks, dokumen referensinya yang mana. Presiden menuduh masyarakat menyebar hoaks, tapi di sisi lain pemerintah tak pernah menyediakan informasi yang memadai untuk membaca versi yang benar," kata Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati kepada Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).

Baca juga: Tak Mau Dituduh Korban Hoaks, Walhi Minta Pemerintah Unggah Naskah Final UU Cipta Kerja

Di sisi lain, setelah rapat paripurna pengesahan itu, sempat muncul naskah UU Cipta Kerja dalam versi yang berbeda-beda.

Kompas.com sendiri menerima tiga versi naskah setelah UU itu disahkan. Versi pertama setebal 905 halaman yang diedarkan oleh pimpinan Badan Legislasi DPR setelah sidang paripurna digelar.

Versi kedua setebal 1.035 halaman yang beredar pada Senin (12/10/2020) pagi. Versi ketiga setebal 812 halaman yang beredar Senin malam.

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengonfirmasi naskah final UU Cipta Kerja yang dikirim ke Presiden yaitu yang terdiri atas 812 halaman.

Baca juga: Draf Final RUU Cipta Kerja Rampung, Jumlahnya 812 Halaman

Sebanyak 488 halaman merupakan isi undang-undang, sedangkan sisanya merupakan penjelasan. Aziz menyebut perubahan jumlah halaman terjadi karena perubahan format kertas yang digunakan.

Sementara Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengakui adanya perubahan substansi dalam draf final dengan draf yang beredar sebelumnya.

Namun ia menjelaskan, perubahan tersebut sesuai kesepakatan yang sudah diambil sebelumnya dalam rapat panja, namun belum sempat ditulis di draf. Tak ada penambahan pasal baru yang di luar kesepakatan rapat panja.

Baca juga: Kala BEM SI Sindir Jokowi Kabur, Tuding Pemerintah Putar Balikkan Narasi

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) beranggapan, pemerintah justru membuat keresahan baru di tengah masyarakat dengan menuduh para penolak UU Cipta Kerja termakan hoaks.

Padahal, pemerintah semestinya mengemban tanggung jawab untuk transparan dan terbuka ketika membahas UU Cipta Kerja, bukan menutup-nutupinya dari publik.

"Pemerintahlah yang menciptakan kebohongan serta membuat disinformasi yang sesungguhnya di mata publik," ujar Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Remy Hastian.

"Karena masyarakat tidak diberikan ruang untuk mengakses informasi mengenai UU Cipta Kerja yang telah disahkan," kata dia.

Baca juga: Pengesahan UU Cipta Kerja Munculkan Gelombang Disinformasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com