Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi: Draf UU Cipta Kerja Seharusnya Tidak Berubah Setelah Rapat Paripurna

Kompas.com - 14/10/2020, 20:47 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dhia Al Uyun menilai, proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan atau cacat formil.

Sebab, naskah RUU Cipta Kerja sempat berubah setelah disetujui oleh DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna 5 Oktober 2020.

Setelah Rapat Paripurna, beredar naskah RUU Cipta Kerja yang berbeda, mulai dari 1.028, 905 dan 812 halaman.

Baca juga: YLBHI Nilai UU Cipta Kerja Cacat Formil

"Cacat formil ini nampak dengan masih adanya perubahan (draf RUU) hingga kemudian hari ini," ujar Dhia dalam webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Rabu (14/10/2020).

Menurut Dhia, draf final UU Cipta Kerja yang dianggap sah seharusnya naskah setebal 905 halaman.

Draf setebal 905 halaman merupakan naskah RUU Cipta Kerja yang dibahas dalam Rapat Paripurna.

"Maka 905 ini yang sebenarnya legal. Semestinya tidak ada lagi perubahan," kata Dhia.

Baca juga: Draf Final RUU Cipta Kerja Rampung, Jumlahnya 812 Halaman

Persoalan lainnya yakni terkait tenggat waktu penyerahan RUU kepada presiden.

Dhia mengatakan, berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, undang-undang yang telah disetujui dalam Rapat Paripurna harus diserahkan dalam tenggat waktu 7 hari.

Menurut Dhia, seharusnya draf final UU Cipta Kerja telah diserahkan ke presiden pada 12 Oktober 2020. Namun, DPR baru menyerahkannya pada 14 Oktober 2020.

"Kalau kita menghitung dalam bahasa sederhana dan keseharian 5 ditambah 7, berapa? 12. Mestinya 12 Oktober, tetapi ternyata saya cek di dpr.go.id, pengiriman baru dilakukan 14 Oktober," ucapnya.

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Diterima Jokowi, Pemerintah Mulai Susun Aturan Turunan

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin memastikan, draf final RUU Cipta Kerja memiliki ketebalan 812 halaman.

Sebanyak 488 halaman merupakan isi rancangan undang-undang, sementara sisanya merupakan penjelasan.

"Setelah dilakukan pengetikan final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan dan mekanisme, total jumlah kertas dan halaman hanya 812 halaman berikut undang-undang dan penjelasan," kata Azis dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2020).

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja Diperbarui Lagi, Berubah Jadi 812 Halaman

Azis menjamin koreksi redaksional yang dilakukan oleh DPR tidak mengubah substansi RUU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, menambahkan pasal atau ayat dalam RUU Cipta Kerja yang telah disahkan di rapat paripurna memiliki konsekuensi pidana.

"Saya jamin sesuai sumpah jabatan saya dan rekan-rekan di sini, tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal. Itu sumpah jabatan kami," ujar Azis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com