JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati mengatakan, pihaknya masih menemukan pasal-pasal yang bisa mengancam lingkungan hidup dalam naskah final Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja setebal 812 halaman.
"Soal lingkungan yang banyak disoroti seperti terkait penghapusan izin lingkungan, pelemahan prinsip tanggung jawab mutlak dan pelemahan partisipasi publik, masih tetap demikian," kata Nur kepada Kompas.com, Rabu (14/10/2020)
Izin lingkungan yang dimaksud Nur semula tercantum dalam pasal 40 ayat (1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Aturan itu menyebutkan, izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan.
Baca juga: DPR-Pemerintah Seolah Sengaja Tidak Komunikatif soal UU Cipta Kerja
Namun pasal 40 UU PPLH itu dihapus dalam RUU Cipta Kerja.
Lalu pasal 88 UU PPLH yang semula mengatur soal pertanggungjawaban mutlak juga diubah perusahaan perusak lingkungan juga diubah.
Melalui RUU Cipta Kerja, ada penghilangan frasa 'tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan'.
"Dihilangkannya frasa tersebut sangat signifikan, karena kemudian penggugat yang ingin menggugat kerugian atas terjadinya pencemaran dan lain-lain harus membuktikan unsur kesalahan dari perusahaan. Padahal ini salah satu hambatan besar dalam mewujudkan keadilan bagi korban," kata dia.
Terakhir, pelemahan partisipasi publik dalam mengawasi pencemaran lingkungan juga masih tercantum dalam draf akhir RUU Cipta Kerja.
Baca juga: Polemik Draf Omnibus Law Cipta Kerja, Apakah Boleh Diedit Setelah Disahkan?
Misalnya perubahan pasal 26 UU PPLH yang memangkas peran pemerhati lingkungan dalam proses penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) suatu perusahaan.
Di sisi lain, Walhi juga menemukan sejumlah pasal yang berubah dari draf yang beredar sebelumnya.
Misalnya peran pemerintah daerah yang dikembalikan dalam sejumlah hal. Namun, Nur menilai perubahan itu tak signifikan dampaknya bagi nasib lingkungan.
Baca juga: Sekjen DPR Antar Draf Final RUU Cipta Kerja ke Istana Kepresidenan
Nur justru menilai draf RUU yang terus berubah ini menandakan pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut cacat prosedur.
"Menurut WALHI, perubahan yang terjadi pada draf yang terakhir beredar menambah kecacatan RUU Cipta Kerja ini, dan kami menganggap uu ini tidak legitimate sebagai undang-undang," kata dia.
DPR pada Rabu siang ini menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja kepada Presiden Joko Widodo.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.