Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Draf UU Cipta Kerja dan Kesakralan yang Hilang

Kompas.com - 14/10/2020, 09:01 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah simpang siur selama hampir satu pekan setelah disetujui di rapat paripurna, draf UU Cipta Kerja akhirnya dirampungkan DPR dan siap dikirim ke presiden.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, dalam konferensi pers pada Selasa (13/10/2020), memastikan draf UU Cipta Kerja yang telah final dan akan dikirim ke Presiden Joko Widodo adalah yang terdiri atas 812 halaman.

Sebanyak 488 halaman merupakan isi undang-undang, sementara sisanya merupakan penjelasan. Draf tersebut telah melalu proses perbaikan dan pengeditan oleh Kesekjenan DPR setelah disahkan pada 5 Oktober 2020.

Rencananya, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12/2011, draf UU akan dikirimkan kepada presiden pada Rabu (14/10/2020) ini.

"Setelah dilakukan pengetikan final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan dan mekanisme, total jumlah kertas dan halaman hanya 812 halaman berikut undang-undang dan penjelasan," kata Azis.

Sebelumnya, sempat beredar draf dengan jumlah halaman yang berbeda-beda. Setidaknya ada tiga draf yang diterima wartawan, yaitu draf setebal 905 halaman dan 1.035 halaman.

Azis menjamin tidak ada perubahan substansi selama proses pengeditan draf UU Cipta Kerja.

Baca juga: Kelit DPR di Tengah Dugaan Perubahan Substansi UU Cipta Kerja

Menurutnya, penyusutan jumlah halaman disebabkan pengubahan format ukuran kertas yang semula A4 menjadi legal.

Ia mengatakan upaya mengubah substansi seperti menambahkan ayat atau pasal dalam RUU yang telah disetujui di paripurna merupakan tindak pidana.

"Tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal. Itu sumpah jabatan kami. Karena itu merupakan tindak pidana apabila ada selundupan pasal," ucapnya.

Pasal dikembalikan

Meski ditepis oleh Azis, Kompas.com menemukan perubahan substansi dalam ketiga draf yang beredar.

Dalam klaster ketenagakerjaan saja, misalnya, ada penambahan ayat atau pasal. Di antaranya pada Pasal 79, Pasal 88A, dan Pasal 154A ayat (1).

Ada penambahan satu ayat dalam Pasal 79 yang mengatur soal pemberian ketentuan istirahat dan cuti oleh perusahaan tertentu diatur lewat peraturan pemerintah.

Kemudian, ada penambahan tiga ayat dalam Pasal 88A soal hak pekerja/buruh saat terjadi PHK.

Selanjutnya, dalam Pasal 154A ayat (1), juga ada penambahan ketentuan. Ketentuan itu mengatur tentang hak pekerja mengajukan PHK yang sebelumnya dihapus.

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja Tidak Jelas, Ada Potensi Masuknya Pasal-pasal Selundupan

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, menjelaskan perubahan tersebut merupakan penyelarasan keputusan saat RUU masih dibahas.

Supratman mengatakan, sesuai kesepakatan panitia kerja, ada ketentuan-ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan yang dikembalikan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Sebenarnya itu tidak mengubah substansi, karena itu keputusan panja mengembalikan kepada undang-undang existing," ujarnya.

Kesakralan hilang

Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai tidak seharusnya RUU Undang Cipta Kerja yang belum final naskahnya disahkan menjadi undang-undang.

Ia pun menyebut bahwa kedudukan RUU itu cacat hukum.

Baca juga: Draf Final UU Cipta Kerja Berubah-ubah, Pengamat: Undang-undang Diperlakukan Secara Tak Sakral

"Karena bagaimanapun juga naskah yang akan diplenokan itu naskah yang paling akhir dari berbagai tahapan, mulai dari panja dan yang paling tinggi itu pleno atau paripurna. Paripurna itu sudah bukan wacana lagi, tapi pengesahan," kata Asep, Jumat (9/10/2020).

Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengatakan alasan DPR yang hendak mengedit redaksional draf UU Cipta Kerja tak dapat dibenarkan.

Sebab, RUU tersebut telah disetujui menjadi undang-undang lewat rapat paripurna. Pengesahan tersebut merupakan suatu proses yang sakral.

"Hanya saja, Indonesia tidak memperlakukan undang-undang secara sakral. Karena yang namanya undang-undang itu sakral," kata Zainal, Selasa (13/10/2020).

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja Berubah-ubah, Pimpinan DPR: Saya Jamin Tak Ada Pasal Selundupan

Zainal pun menilai wajar jika publik menaruh curiga terhadap pembahasan UU Cipta Kerja karena draf terus berubah-ubah.

Dia mengatakan, sejak awal pembahasan UU Cipta Kerja dilakukan serba tertutup dan minim partisipasi publik.

"Itu buah dari ketertutupan dan buah dari tidak ada transparansi. Dengan kondisi begitu gimana orang enggak curiga dengan undang-undang yang dibuat," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com