JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto mengeklaim, Indonesia tercatat sebagai negara yang mampu menangani pandemi Covid-19 secara berimbang dengan kontraksi ekonomi yang menjadi dampaknya.
Bahkan, Indonesia termasuk lima besar negara yang mampu secara seimbang mengatasi dua persoalan itu.
"Indonesia ini kontraksi ekonomi relatif lebih rendah dibanding negara lain. Kita termasuk top lima negara yang bisa menangani secara berimbang antara Covid-19 maupun penurunan kontraksi ekonomi," ujar Airlangga dalam talkshow daring bersama Satgas Penanganan Covid-19 yang ditayangkan di kanal YouTube BNPB, Senin (12/10/2020).
Hal ini salah satunya dipengaruhi angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia dengan case fatality rate di bawah 4 persen.
Baca juga: Airlangga: Indonesia Masuk 5 Besar Negara yang Berhasil Tangani Wabah dan Dampak Ekonomi
Airlangga berharap, nantinya pertumbuhan ekonomi minimal berada di angka nol atau netral.
Dia menambahkan, fokus pemerintah ke depan adalah pengadaan vaksin Covid-19 untuk kebutuhan dalam negeri.
Airlangga menyebutkan, ada 215 negara yang saling kejar-mengejar dalam pemenuhan kebutuhan vaksin untuk negara-negara masing-masing.
Oleh karena itu, Indonesia sudah mengamankan pengadaan vaksin Covid-19 sejumlah 60 juta dosis untuk dual dose.
"Kemudian, juga fokus kepada pemulihan ekonomi dalam bentuk menggelontorkan sektor UMKM sudah hampir 100 persen pemulihan untuk dananya. Kemudian, sektor korporasi juga didorong," tambah Airlangga.
Sementara itu, ahli epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono menilai apa yang disampaikan pemerintah itu tidak akurat.
Meski demikian, dia mengakui bahwa data angka kematian dan kontraksi ekonomi yang dijadikan parameter oleh pemerintah ada dalam situs Our World in Data.
"Statement itu bisa disebut tidak akurat. Saya tidak tahu mengapa angka itu yang dipilih. Angka itu memang ada di Our World in Data," ujar Pandu ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (13/10/2020).
Namun, Pandu menyayangkan bahwa pemerintah mengambil kesimpulan dari data tersebut. Ia menduga, pemerintah sengaja memilih data yang bisa menenteramkan masyarakat.
"Narasi dari awal kan pandemi di Indonesia itu tak ingin menangani secara riil, tetapi menenteramkan masyarakat. Jadi tak semua info dibuka. Apa karena tidak tahu atau sengaja tidak dibuka," tutur Pandu.
Baca juga: Klaim Pemerintah soal Penanganan Covid-19 dan Ekonomi Dinilai Tidak Akurat
"Yakinkah kita masuk lima besar terbaik? Memakai data kontraksi ekonomi dan angka kematian yang rendah, itu kan dua angka yang tak bisa akurat," lanjutnya.
Pandu mengingatkan bahwa angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia berstatus under reported atau tidak semua dilaporkan.
Terlebih lagi, kapasitas pemeriksaan Covid-19 yang masih terbatas.
"Angka yang di-report ke dunia kan biasanya angka resmi. Nah, angka itu tidak merefleksikan keadaan yang sesungguhnya. Sebab, yang dilaporkan meninggal itu adalah yang terkonfirmasi Covid-19 saja," jelas Pandu.
"Padahal, Indonesia itu testing-nya sangat terbatas. Banyak yang sudah meninggal, tetapi tidak sempat dites atau sudah dites, tapi belum ada hasilnya," tutur dia.
Sementara itu, pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai pernyataan Airlangga itu untuk meyakinkan para pelaku usaha bahwa iklim investasi di Indonesia masih dalam kondisi baik.
Kendati demikian, menurut Trubus, pernyataan Airlangga justru kontraproduktif dengan realita yang ada.
Dari segi ekonomi, kontraksi yang dialami Indonesia memang lebih rendah dibanding beberapa negara tetangga. Namun, kondisi ini dia prediksi hanya berlaku sementara atau jangka pendek.
Baca juga: Dinilai Ironi, Pernyataan Airlangga yang Sebut Indonesia Seimbang Tangani Wabah dan Dampak Ekonomi
Bukannya menumbuhkan kepercayaan para pelaku usaha, Trubus menilai pernyataan Airlangga justru memperkeruh suasana, apalagi di tengah masifnya kritikan terhadap pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.
"Menurut saya, asumsi-asumsi ekonomi dalam konteks ini justru memperburuk suasana, kepercayaan publik, kepercayaan dunia internasional, juga kepercayaan investor pelaku usaha," ujar dia.
Dari segi kesehatan, lanjut Trubus, Indonesia juga belum berhasil menurunkan angka penularan Covid-19.
Beberapa negara telah sampai pada fase pandemi gelombang kedua. Sementara itu, Indonesia diprediksi masih jauh dari puncak pandemi gelombang pertama.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan keberhasilan Indonesia yang diklaim oleh Airlangga.
"Sekarang kalau dinyatakan kita berhasil berhasil dari mana?" ujarnya.
Trubus menambahkan, seharusnya dalam situasi pandemi seperti ini segala sesuatu yang disampaikan pemerintah dikaji lebih dahulu.
Ia juga mengingatkan agar para pemangku kepentingan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya ke publik.
"Harusnya melalui kajian dulu, hati-hatilah dalam situasi sekarang ini," kata Trubus.
Sementara itu, data pemerintah memperlihatkan bahwa penularan virus corona hingga Selasa (13/10/2020) masih terjadi di masyarakat.
Hal ini terlihat dengan masih bertambahnya kasus Covid-19, berdasarkan data yang masuk hingga Selasa pukul 12.00 WIB.
Data pemerintah memperlihatkan bahwa ada 3.906 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Penambahan itu menyebabkan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 340.622 orang, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020.
Dari jumlah itu, sebanyak 263.296 orang sembuh dan 12.027 pasien meninggal.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.