Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf UU Cipta Kerja Belum Final, Polisi Dinilai Tak Bisa Tetapkan Tersangka Hoaks

Kompas.com - 12/10/2020, 09:18 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai penetapan tersangka terduga penyebar hoaks terkait UU Cipta Kerja oleh polisi sebagai langkah prematur.

Fickar menilai, tidak ada sifat melawan hukum karena naskah final UU Cipta Kerja belum ada.

"Karena berita aslinya belum jelas, maka tidak ada yang disebut berita bohong, tidak ada sifat melawan hukumnya," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (11/10/2020).

Diketahui, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, belum ada naskah final UU Cipta Kerja. Menurutnya, masih ada beberapa penyempurnaan meski UU itu sudah disahkan.

Baca juga: Tak Mau Dituduh Korban Hoaks, Walhi Minta Pemerintah Unggah Naskah Final UU Cipta Kerja

Adapun polisi telah menangkap seorang perempuan berinisial VE (36), pemilik akun Twitter @videlyaeyang, karena diduga menyebarkan berita bohong terkait UU Cipta Kerja.

Fickar pun berpandangan, aparat kepolisian telah melanggar asas legalitas seperti tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.

Asas legalitas tersebut, katanya, berarti seseorang tidak dapat diproses hukum karena perbuatan yang tidak dilarang.

"Apa yang dibilang bohong, yang resmi dan asli saja tidak atau belum ada. Dan kalau kemudian ada, maka tindak pidananya tidak bisa retroaktif, sangkaannya gugur karena melanggar asas legalitas," ucapnya.

Langkah kepolisian juga dinilainya sebagai tindakan yang berlebihan.

Menurut Fickar, polisi dapat terjebak sebagai alat politik apabila tindakan serupa terjadi secara berulang.

Baca juga: Daftar 7 Hoaks yang Dibantah Jokowi di UU Cipta Kerja

"Jika tindakan seperti ini diterus-teruskan, kepolisian bisa terjebak menjadi alat politik ketimbang sebagai petugas negara penjaga keamanan dalam negeri," tutur dia.

Diberitakan, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, VE ditangkap polisi di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/10/2020).

"Kita lakukan penyelidikan di sana dan kita menemukan adanya seorang perempuan yang diduga melakukan penyebaran yang tidak benar, itu ada di Twitter-nya, Twitter @videlyaeyang," kata Argo dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube Kompas TV, Jumat (9/10/2020).

Argo menuturkan, VE dianggap telah menyebar berita hoaks karena mengunggah twit berisi 12 Pasal Undang-Undang Cipta Kerja.

"Contohnya uang pesangon dihilangkan, kemudian UMP/UMK dihapus, kemudian semua hak cuti tidak ada kompensasi dan lain-lain, ada 12 gitu ya," kata Argo.

Padahal, menurut polisi, isi twit VE tersebut tidak sesuai dengan isi UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR.

Baca juga: Diduga Sebar Hoaks soal UU Cipta Kerja, Pemilik Akun @videlyaeyang Ditangkap Polisi

Polisi pun menilai tindakan VE tersebut telah menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.

Argo menuturkan, motif VE mengunggah twit tersebut adalah merasa kecewa karena VE tidak memiliki pekerjaan.

Atas perbuatannya, VE disangka melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com